Tafsir Manqabah Bulan Rabi’ul Akhir, Manajemen Kematian
Di bulan Rabi'ul Akhir biasanya ada dua manqabah yang dibaca, yaitu ke-51 dan ke-53
Di bulan Rabi’ul Akhir biasanya ada dua manqabah yang dibaca, yaitu manqabah ke-51 mengenai wasiat Syekh Abdul Qadir Jailani qs kepada puteranya dan manqabah ke-53 wafatnya Tuan Syekh.
Rojaya, M.Ag., Wakil Dekan Fakultas Dakwah IAILM Pondok Pesantren Suryalaya menulis ada beberapa pelajaran dalam manqabah ke-53 ini, yaitu:
Pertama, kematian adalah pertemuan dengan Maha kasih (Allah). Jika kematian demikian adanya, maka kematian tidak perlu ditakutkan. Adakah Allah tidak mencintai kita, jika kita berusaha sekuat tenaga untuk mencintai-Nya? Dan orang-orang yang beriman itu amat cinta kepada Allah (QS. Al-Baqarah (2): 165).
Bukankah dalam bacaan basmalah disebut dua asma Allah, yaitu: Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahiim (Maha Penyayang)? Allah itu Maha Pengasih, Maha Pemberi. Adakah sesuatu yang bukan pemberian Allah? Mata kita yang berkedip dan dapat melihat. Telinga kita yang dapat mendengar. Lisan kita yang dapat bicara. Kaki kita yang dapat melangkah. Otak kita yang dapat berpikir. Hati kita yang dapat merasa. Tangan kita yang dapat bergerak dan membedakan yang halus dan kasar. Jantung yang berdetak memompa darah. Ginjal yang mencuci darah dari berbagai kotoran. Napas yang keluar masuk melalui hidung, dsb. Itu terjadi setiap detik. Benarlah jika kita menghitung nikmat Allah, maka tidak akan dapat menghitungnya. Dan benar juga, jika sedikit sekali orang yang dapat mensyukuri nikmat Allah.
Baca juga: Tafsir Manqabah Firasat Orang Beriman dan Mimpi Yang Benar
Hidup harus bersyukur. Merasakan segala nikmat yang ada hakikatnya berasal dari Allah Maha Pemberi Nikmat. Bila merasakan nikmat Allah dan hatinya menyadari bahwa Allah adalah Maha Pemberi Nikmat, maka ada dorongan hati untuk terus bersyukur dengan memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama, baik dengan khidmah (melayani), mengajarkan ilmu, bersedekah, maupun lainnya. Hatinya selalu berbahagia karena bukan hanya memandang nikmat dari Allah dengan mata indra, namun juga memandang Maha Pemberi Nikmat dengan mata hatinya.
Semakin bertambah rasa syukur di dalam hatinya, lisannya banyak berdzikir, dan perbuatan-Nya di jalan yang diridhai Allah, maka akan semakin cinta kepada Allah. Bila kita mencintai Allah, tentu Allah akan mencintai kita. Bila Allah mencintai kita mungkinkah Allah akan menyakiti kita di akhirat kelak? Tidak.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______