Refleksi atas Himbauan Khusus Abah Anom kepada Para Muballigh

Ketiga, tidak hanya menjadi penyampai ilmu tapi menjadi pengamal ilmu terlebih dahulu serta dakwah yang selalu diawali dengan ibadah berjama’ah.

KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra menekankan pentingnya selalu berjamaah. Artinya Muballigh Muballigh juga punya fungsi merekatkan tali silaturahim, memelihara keharmonisan serta mengatasi kesalahpahaman yang bisa jadi muncul di tengah ikhwan. Sehingga tidak ada keretakan hubungan antar sesama sebagaimana wasiat tanbih.

Pangersa Abah mengutip ayat yang mengecam para pemuka agama Yahudi yang menyuruh orang lain berbuat aneka kebajikan tapi melakukan sebaliknya. Ayat ini juga tertuju kepada semua orang terutama pemuka agama Islam dan para muballigh.

Memerintahkan kebajikan (al khair) itu perbuatan yang terpuji, tetapi celaan dan kecaman itu ditujukan bagi mereka yang meninggalkan perbuatan yang mereka nasihatkan atau anjurkan pada orang lain. Seperti hendak mengobati orang lain padahal qalbunya penuh dengan penyakit.

Baca juga: Wejangan Abah Anom, Jangan Sia-siakan Waktu!

Kecaman datang lantaran adanya nisyan (kelupaan diri). Nisyan adalah lawan kata dari dzikr yang berarti ingat. Setelah dapat ilmu dan menyampaikannya, ada kemungkinan faktor sahw (kelengahan dan keteledoran), sehingga ia lupa mengamalkan. Padahal seyogianya orang yang menyampaikan itu, dia ingat apa yang disampaikan, terlebih lagi dia membaca kitab suci, sehingga wajar ia mendapat kecaman.

Dari sini juga bisa dipetik pelajaran, bahwa dakwah bukan sekadar ucapan tapi juga perbuatan. Saat perbuatan tidak sinkron dengan ucapan maka ini bisa mengundang murka-Nya. Jadi perlu upaya sungguh-sungguh untuk melaksanakan apa yang disampaikan, kendati pun misalnya masih tertatih-tatih. InsyaAllah, dengan mujahadah (perjuangan) proses menuju ke sana lebih mudah dan konsisten.