Jangan Menjadi Tuhan
Kita diingatkan oleh Allah dengan musibah, dan diajak kembali mendekat kepada-Nya
Suatu kali Rabi’ah al-Adawiyah, Sufi perempuan terkenal dari Basrah, Irak, bertemu seorang pria dengan perban terbalut di kepalanya.
“Mengapa kau balut kepalamu?” Tanya Rabi’ah.
“Aku sakit kepala,” jawab pria itu.
“Berapa umurmu?” tanya Rabi’ah.
“Tiga puluh,” jawabnya.
“Apakah engkau telah merasakan sakit dan penderitaan di sebagian besar hidupmu?” tanya Rabi’ah sekali lagi.
“Tidak,” jawab pria itu.
“Sudah tiga puluh tahun engkau menikmati kesehatan yang baik,” ungkap Rabi’ah, “tapi engkau tidak pernah membalut dirimu dengan perban syukur. Sekarang, hanya karena satu malam sakit kepala, engkau sudah membalut dirimu dengan perban keluh-kesah!”
Hikmah
Jika kita coba menghitung-hitung jumlah nikmat yang telah Allah anugerahkan sejak lahir hingga detik ini. Lalu kita jumlahkan penderitaan yang pernah kita alami hingga detik ini, kemudian kita bandingkan. Manakah yang lebih banyak?
Jika kita saat ini sering terkena musibah, sakit, banjir, kebakaran atau ditipu orang. Jika umur kita 30 tahun, misalkan, lebih banyak mana yang Allah berikan, musibah atau nikmat?
Selama ini, kita sering menganggap nikmat itu sebagai tercapainya segala hal yang kita inginkan, misalnya uang, harta-benda, jabatan, karir, popularitas, prestasi, istri cantik, laba bisnis dan lain sebagainya. Kita jarang memahami, bahwa tersedianya segala hal yang dibutuhkan untuk hidup juga adalah nikmat.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______