Alasan Logis Mengapa Kita Memohon Makrifat Sebelum Dzikir?

Mengapa kita berdoa meminta makrifat? Seberapa penting makrifat bagi kehidupan kita?

Sebelum dzikir jahar dan sebelum dzikir khafiy saat amaliah dzikir bakda shalat fardhu, kita selalu mengucapkan,”Ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi, ‘athini mahabbataka wa ma’rifataka.” (Ya Allah, Engkau tujuanku dan ridha-Mu yang kucari, karuniakan padaku cinta dan ma’rifat pada-Mu).

Pertanyaannya mengapa kita berdoa meminta makrifat? Seberapa penting makrifat bagi kehidupan kita?

Dalam Miftahus Shudur juz II, hlm. 11-12 disebutkan bahwa kadar makrifat atau tingkat pengenalan kita kepada Allah akan berbanding lurus dengan hubungan kita dengan-Nya.

Hubungan kita dengan Allah meliputi hubungan keimanan dengan-Nya, yakin di dalam-Nya, cinta kepada-Nya, bersandar pada-Nya, tunduk kepada-Nya, hadir bersama-Nya, mencari ridha dan mengutamakan atau mendahulukan-Nya daripada lainnya.

Seorang anak kecil akan melakukan perjalanan jauh ke luar negeri. Ia mendatangi tempat membeli tiket pesawat di Bandara. Anehnya, ia begitu yakin dan tenang, padahal tidak membawa uang di tangan atau kantongnya. Mengapa ia begitu tenang dan percaya diri? Ternyata, karena ia bersama dengan orang tuanya, tempat biasa ia minta uang dan ia yakini akan kemampuan segalanya, termasuk keuangannya.

Baca juga: Alasan Mengapa TQN Suryalaya Disebut Sebagai Tarekat Dzikir

Sepertinya keyakinan anak kecil tersebut boleh jadi lebih tinggi daripada keyakinan kita terhadap Tuhan kita. Kenapa? Karena anak kecil tersebut lebih mengenal kepada orang tuanya daripada kita terhadap Tuhan kita.

Anak kecil tersebut yakinnya sudah haqqul yaqin, karena merasakan dan mengalami berkali-kali bahwa orang tuanya adalah pemberi solusi ketika diminta sesuatu. Sedangkan kita kadang yakinnya baru sebatas ‘ilmul yaqin, yakin berdasarkan pengetahuan bahwa diantara asma Allah ialah Al-Mujieb (Maha Mengabulkan) dan Allah mempunyai sifat wajib antara lain berkuasa dan berkehendak. Akan tetapi dalam kenyataan, doa-doa yang dilantunkan dan belum dikabulkan oleh Allah berpotensi mendatangkan kebingungan dan jiwanya disusupi keraguan, “Apa Allah itu Maha mengabulkan dan berkuasa untuk mengabulkan doa?”. Jika ini yang terjadi, berarti makrifat kita baru bil ‘ilmi dan di maqam syariat, belum makrifat bil ‘amali (menerapkan akhlak Allah berupa asma dan sifat-Nya di makam tarekat) dan bil bashirah (musyahadah di maqam hakekat).

Mengapa para Wali Allah seperti Syekh Abdul Qadir Jaelani qs, Syekh Abdullah Mubarok ra dan Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin ra lebih mencintai dzikir pada Allah daripada kita? Karena mereka lebih makrifat pada Allah, sehingga lebih cinta kepada Allah daripada kita.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi