Alasan Mengapa TQN Suryalaya Disebut Sebagai Tarekat Dzikir

Dalam Miftahus Shudur juz 2, hlm. 6 ditegaskan oleh Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin ra bahwa tarekat guru-guru ruhani kita ialah hanya tarekat dzikir, yakni dzikir lisan dan dzikir jinan (dzikir khafiy).

Mengapa? Bila diperhatikan, saat manakib atau dzikir dan khataman berjama’ah, tuan rumah biasanya bersedekah. Mengapa tidak disebut tarekat sedekah juga? Kitab Miftahus Shudur perlu dipahami dalam kajian ilmu dan dalam manakib ada khidmat ilmiyah. Mengapa tidak disebut tarekat ilmu juga? Penugasan melahirkan khidmah. Mengapa tidak disebut tarekat khidmat juga?

Dzikir adalah inti dalam Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Pontren Suryalaya. Ilmu tanpa disertai dzikir sulit dibersihkan dari kesombongan, riya dan ‘ujub. Khidmat tanpa disertai dzikir dapat melahirkan keluhan, kekecewaan, kelambanan atau berhenti di tengah jalan. Sedekah tanpa disertai dzikir dapat melahirkan kesombongan, riya dan ‘ujub. Jadi dzikir adalah inti dan harus dipegang di awal dan saat melakukan perjalanan ruhani sampai datang ajal.

Disebutkan, dalam dzikir ada kemenangan, permohonan dan dikabul hajat. Bila kita masih kalah dalam prestasi dan hajat belum dikabul, maka perlu dievaluasi dzikirnya. Apa dzikirnya kurang, cukup atau banyak?

Baca juga: Ini Elemen Dasar dalam Bertarekat

Dzikir adalah makanan ruhani. Bila kurang porsi dzikir, kita dapat merasakan ada yang kurang dalam jiwa seperti rasa resah, gelisah, kurang stabil dan semacamnya. Dzikir yang cukup membuat jiwa tenang dan stabil. Bila dzikir banyak, terasa ada kesegaran dan energi untuk beramal dalam jiwa.

Wirid dan hizib menurut para Syekh dapat disingkapkan sirr-nya oleh pengamalnya dengan sebab efek dzikirnya. Dengan kata lain, tanpa dzikir lisan dan dzikir khafiy, maka wirid dan hizib pun seakan menjadi bacaan yang terkunci, tidak dapat terbuka asrar, kandungan atau faidahnya. Wallahu a’lam. []