Mencari Nafas untuk PTIS

PTIS butuh dukungan setara agar tetap eksis di tengah dominasi PTIN bersubsidi

Tahun akademik baru kerap menjadi masa penuh tantangan bagi Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS), khususnya yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia. Mengapa begitu? Karena PTIS harus berjuang keras untuk memperoleh mahasiswa baru.

Aneka strategi dan pendekatan diterapkan—dari metode promosi hingga taktik lapangan—semata agar pendaftaran mahasiswa mencapai jumlah maksimal. Bila tidak, maka PTIS terancam kekurangan mahasiswa atau bahkan sama sekali tidak diminati, sebuah situasi yang bisa menyebabkan tutupnya lembaga—ancaman yang nyata dan mengkhawatirkan.

Secara faktual, keberlangsungan PTIS sangat ditentukan oleh jumlah mahasiswa. Ketika jumlah mahasiswa cukup banyak, operasional institusi pun relatif aman. Sebaliknya, jika mahasiswa sangat sedikit, keberlangsungan lembaga menjadi goyah.

Baca juga: Satgas PPKS IAILM Resmi Dilantik, Wujudkan Kampus Bebas Kekerasan Seksual

Sebagian besar dana operasional PTIS bergantung pada kontribusi mahasiswa. Jadi, semakin tinggi jumlah mahasiswa, semakin stabil pula keuangan institusi—dan sebaliknya. Hal ini berbeda dengan Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) yang menerima subsidi dari pemerintah pusat maupun daerah, sehingga tidak sepenuhnya bergantung pada iuran mahasiswa. Sebuah realitas yang kontras.

Pada masa penerimaan mahasiswa baru, PTIN membuka berbagai jalur seleksi dengan promosi yang masif dan kuota penerimaan yang cukup besar. Tak heran jika banyak calon mahasiswa dan orang tua cenderung lebih memilih PTIN karena dianggap lebih terjangkau, berkat subsidi pemerintah. Lalu, bagaimana nasib PTIS di tengah kondisi seperti ini?


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi