Wejangan Pangersa Abah Anom di Bulan Muharram
Dzikir jadi alat yang tepat untuk melakukan transformasi diri menjadi lebih baik
Pada Bulan Muharram Nabi Muhammad Saw hijrah. Bagi kita hijrah ini terutama memindahkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah Swt, kepada hal-hal yang disukai Allah Swt. Supaya hijrah kita berhasil, gunakanlah dzikir dengan sebaik-baiknya. Demikian wejangan Pangersa Abah Anom pada 11 Muharram 1412 H sebagaimana dirilis LDTQN Pontren Suryalaya.
Pangersa Abah Anom mengatakan bahwa hijrah ialah memindahkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah Swt kepada hal-hal yang disukainya. Dengan demikian, hijrah yang beliau ajarkan menuntut kita untuk mempelajari aneka larangan Allah Swt dalam kehidupan ini sekaligus mengetahui apa saja hal-hal yang disukai dan diridhai-Nya.
Aneka larangan Allah Swt yang termaktub dalam kitab-Nya atau melalui lisan rasul-Nya terdapat secara umum tercantum dalam surah Al A’raf ayat 33.
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yag terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu berkata-kata atas nama Allah apa yang tidak kamu ketahui.” [Surah Al-A’rāf: 33]
Pertama, Al fawahisy secara dzahir dan batin, yakni ucapan dan perbuatan yang jelek dan buruk, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau pun terang-terangan.
Baca juga: Wejangan Pangersa Abah Anom Yang Universal
Kedua dan ketiga ialah al itsmu wal baghyu bighairil haq. Al itsmu ialah segala sesuatu yang buruk yang dilakukan dan dianggap sebagai kemaksiatan. Sedangkan Al baghyu ialah bentuk kezaliman dan bertindak melampaui batas. Jika al itsmu terkait kesalahan yang berkaitan dengan pelakunya sendiri, sedangkan al baghyu kesalahan melampaui batas yang dilakukan kepada orang lain.
Keempat, mempersekutukan Allah Swt dengan sesuatu, yakni menjadikan adanya sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadah pada-Nya.
Kelima, mengucapkan sesuatu menyangkut Allah baik terkait ibadah, hal yang halal, hal yang haram dan lain sebagainya tanpa ilmu, keshahihan, dan kebenaran menyangkut yang diutarakan. Dengan kata lain berani memberikan fatwa keagamaan tanpa memiliki kapasitas keilmuan menyangkut syariat. Orang ini mengharamkan atau mewajibkan sesuatu kepada orang lain menyangkut keagamaan tanpa dasar artinya melakukan kebohongan dan kepalsuan atas nama Allah.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______