Salah satu penyakit qalbu yang bisa menyengsarakan kita di dunia terlebih di akhirat adalah kemunafikan. Sehingga penting kita mengetahui bagaimana cirinya.
Al Qur’an menyebutkan bagaimana sifat orang munafik. Hal tersebut bisa dilihat misalnya dalam ayat berikut ini:
“Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (An Nisa: 142).
Apa yang hendak diuraikan ini bukan untuk menilai dan menghukumi orang lain. Tetapi bisa dijadikan bahan renungan bagi yang membacanya.
Pertama, Malas Mendirikan Shalat
Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika baik (shalatnya) maka sungguh dia beruntung dan selamat. Jika rusak (shalatnya) maka sungguh dia kecewa dan merugi. (HR. Tirmidzi).
Tetapi orang munafik justru ketika mendirikan shalat justru malas-malasan. Ibnu Katsir menyebut mereka malas lantaran memang tidak niat shalat, tiada keimanan, dan tiada rasa takut (khasyah) serta tidak mengerti maknanya.
Ibnu Abbas menilai makruh seorang yang akan mendirikan shalat itu sambil malas-malasan. Menurutnya seorang yang akan mendirikan shalat itu idealnya dilakukan dengan wajah berseri, besarnya harapan, dan riang hati, karena dia akan bermunajat dengan Allah Swt. Dan Allah di depan-Nya akan mengampuni dosanya dan menjawab permohonannya.
Kedua, Riya’ (Pamer)
Oleh karena itu, disebutkan dalam shahihain, shalat yang paling berat bagi orang munafik ialah shalat Isya dan shalat subuh. Karena di dua waktu tersebut cenderung tidak terlihat orang-orang.
Nabi bersabda, siapa yang memperbagus shalat ketika dilihat manusia, dan memperburuknya ketika tidak dilihat (sendirian), maka sesungguhnya itulah sikap meremehkan. Dia meremehkan Tuhannya dengan shalatnya itu.
Baca juga: Berantas Korupsi Dengan Tarekat
Ketiga, Sedikit Berdzikir
Mereka sedikit sekali shalatnya, karena shalatnya hanya demi dilihat, dibincangkan dan penuh kepura-puraan. Jika sendiri justru tidak shalat. Dzikir pun demikian, qalbu dan lisannya tidak dihidupkan dengan dzikir.
Tarekat dengan metode dzikirnya ialah obat untuk mengobati kemunafikan. Dengan melakukan dzikir secara konsisten diharapkan qalbu menjadi bersih dari aneka sifat buruk terutama sifat munafik.
Dalam kesehariaannya, murid sufi dilatih untuk terus memperbanyak dzikir secara konsisten secara lahir batin. Itu sebabnya misalnya, dalam TQN ada dzikir jahr melalui lisan secara dzahir dan ada dzikir khafiy yang diamalkan di setiap waktu dan tempat secara batin.
Tiada lain menjalankan pesan al Qur’an agar berdzikir sebanyak-banyaknya.
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, (Al Ahzab: 41).
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______