Sudahkah Kita Merdeka dari Belenggu Kebodohan?

Setiap tanggal 17 Agustus, gaung proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia kembali membahana, mengingatkan kita pada janji akan sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Namun, di usianya yang ke-80, makna kemerdekaan harus melampaui batas-batas geografis dan politik.

Kemerdekaan sejati adalah pembebasan dari segala bentuk belenggu yang menghambat kemajuan, dan di antara belenggu-belenggu tersebut, kebodohan adalah yang paling fundamental dan berbahaya. Oleh karena itu, merenungkan mengapa kita harus terbebas dari belenggu kebodohan adalah esensial untuk memahami arah perjuangan bangsa ke depan.

Belenggu kebodohan adalah fondasi rapuh yang dapat menggoyahkan pilar-pilar kemerdekaan. Di tingkat individu, kebodohan membatasi potensi diri. Seseorang yang diliputi kebodohan akan kesulitan mengembangkan keterampilan yang relevan, membuat keputusan yang rasional dan terinformasi, serta memahami hak dan kewajibannya.

Mereka rentan menjadi korban penipuan, manipulasi, dan eksploitasi, baik dalam aspek ekonomi, politik, maupun sosial. Tanpa akses terhadap pengetahuan, individu kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis, membedakan fakta dari opini, dan beradaptasi dengan perubahan zaman yang semakin cepat. Ini pada gilirannya akan mematikan inovasi dan kreativitas yang seharusnya menjadi motor penggerak kemajuan.

Baca juga: Empat Cara Mensyukuri Kemerdekaan Indonesia

Lebih jauh, kebodohan yang masif dalam suatu masyarakat akan menjadi penghambat utama pembangunan nasional. Sebuah bangsa yang mayoritas penduduknya terbelenggu kebodohan akan kesulitan bersaing di kancah global. Produktivitas rendah, kualitas sumber daya manusia yang minim, dan ketergantungan pada teknologi asing menjadi keniscayaan.

Kebodohan juga dapat memicu permasalahan sosial. Kurangnya pemahaman tentang toleransi, keberagaman, dan etika berdemokrasi dapat menumbuhkan intoleransi, polarisasi, bahkan konflik di masyarakat.