Seorang Sufi Harus Pemberani
Banyak manusia tenggelam dalam kesibukan mengejar dunia, ia lupa pada Allah
Namun, sebagaimana ajaran tasawuf lainnya, objek ajaran zuhud adalah pembersihan diri sendiri, tepatnya qalbu/hati nurani dari segala sesuatu selain Allah. Dalam arti, sementara tubuh berada di dunia dan beraktifitas di dalamnya, qalbu tetap ingat dan sadar akan kehadiran Allah. Sebagaimana yang digambarkan Allah dalam firman-Nya, “Sungguh, Aku ciptakan manusia, dan Aku mengetahui setiap bisikan dalam dirinya. Aku ini dekat, lebih dekat dari pada urat lehenya” (QS. Qof: 16).
Ketika qalbu selalu ingat dan sadar akan kehadiran Allah, maka segala aktifitas dalam hidupnya, baik duniawi maupun ibadah, tiada diniatkan selain untuk pengabdian kepada-Nya. Perjalanan zuhud menggiring manusia kembali kepada fitrah penciptaannya, “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan hanya untuk menghamba kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Ketika qalbu selalu merasakan kebersamaan dengan Allah, maka tiada yang dipatuhi dan ditakuti selain Allah swt. Kisah Syaikh Syu’aib tersebut menjadi teladan. Beliau sadar, menegakkan kebenaran dan melawan kemungkaran adalah kewajiban dari Allah. Sementara penderitaan rakyat di sekitarnya yang beliau saksikan adalah akibat keserakahan Khalifah Harun ar-Rasyid. Berbekal rasa takut dan tunduk hanya kepada Allah, beliau berani menasehati Khalifah.
Penguasa dan kekuasaan adalah bagian dari dunia. Dalam hidup, kita tidak mungkin bebas dari relasi kekuasan. Jika berposisi sebagai penguasa, seorang zahid akan menjadikan kekuasaan itu sebagai sarana pengabdian kepada Allah. Jika berposisi di bawah kekuasaan orang lain, sikap apapun yang diambilnya terhadap penguasa, bukan karena menuruti hawa nafsunya, tetapi karena ketaatan pada perintah Allah dan teladan Rasulullah saw. []
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______