Mengapa Muharram Disebut Lebarannya Anak Yatim?

Mengapa bulan Muharram disebut sebagai lebaran anak yatim? lebaran identik dengan kebahagiaan. Boleh jadi karena pada bulan ini anak yatim lebih banyak berbahagia karena ada tradisi berdasarkan teks keagamaan untuk menyantuni mereka di tengah masyarakat.

Kendati demikian, santunan terhadap anak yatim seyogyanya bukan dilakukan hanya di bulan Muharram. Karena di bulan-bulan lain anak yatim juga memerlukan perhatian dan uluran tangan. Singkatnya, lebaran jangan hanya di bulan Muharram.

Al Qur’an memerintahkan agar kita memelihara anak yatim dan melarang untuk menyakiti atau menzaliminya. Anak yatim adalah orang yang kehilangan ayah yang menanggung nafkahnya sehingga ia kehilangan proteksi dan kurang kasih sayang.

Di antara ciri agama Islam adalah keberpihakannya kepada kaum lemah termasuk anak yatim. Di sinilah kita berkewajiban menyantuni anak yatim karena pada umumnya mereka termasuk golongan yang lemah (dhu’afa dan mustadh’afin).

Baca juga: Melon Pangersa Yang Siap Panen Dengan Sistem Hidroponik

Kita tidak hanya dituntut untuk memberikan perhatian dengan memenuhi kebutuhan fisiknya seperti makan dan minum, pendidikannya, tapi juga kebutuhan sosialnya melalui rasa aman, kasih sayang serta perhatian terhadap mereka.

Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. [Surah Ad-Duhā: 9]

Orang yang mengingkari hari kebangkitan dan perhitungan atau mendustai agama adalah ia yang bersikap kasar, zalim, mencela dan mencerca terhadap yatim baik laki-laki maupun perempuan. Ia juga menutup pintu kebaikan dan menolak untuk memberikan hak anak yatim, tidak mau memberinya makan dan berbuat ihsan pada mereka.

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, [Surah Al-Mā’ūn: 1-2]