Salah satu agenda Majelis Dzikir SAEPI TQN Suryalaya ialah kajian fiqih bersama ustadz Muhammad Ruhiyat Haririe, Lc. Setiap Sabtu sore pukul 15.45 hinga 17.30 WIB.
Kitab yang dikaji ialah Safinatunnajah karya Syekh Salim Sumair Al Hadrami dengan syarah Kasyifatussaja karya Syekh Nawawi Al Bantani.
Dalam kajian tersebut ustadz Haririe, panggilan akrabnya, membahas makna laa ilaha illa Allah.
وَمَعْنَى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ: لاَ مَعْبُودَ بِحَقٍّ -فِيْ الْوُجُوْدِ- إِلاَّ اللهُ
Makna (لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ) adalah tidak ada yang berhak disembah -dalam wujud- selain Allah.
أي لا يستحق أن يذل له كل شيء إلا اﷲ
Maksudnya adalah bahwa segala sesuatu tidak berhak menghinakan diri atau menyembah kecuali kepada Allah.
Laa Ilaaha Illallah tersusun dari 3 huruf: [ا – ل – ه], dan terdiri dari 4 kata: Laa, Ilaha, illa dan Allah [لا اله الا الله].
Pertama, kata Laa
Disebut laa nafiyah lil jins (huruf lam yang berfungsi meniadakan keberadaan semua jenis kata benda setelahnya). Misalnya kata: “Laa raiba fiih” (tidak ada keraguan apapun bentuknya di dalamnya). Artinya meniadakan semua jenis keraguan dalam al-Quran.
Sehingga laa dalam kalimat tauhid bermakna meniadakan semua jenis ilaah, dengan bentuk apapun dan siapapun dia.
Baca juga: Apakah Rasulullah Saw Pernah Melakukan Talqin Secara Berjamaah
Kedua, kata Ilah
Kata ini merupakan bentuk mashdar (kata dasar), turunan dari kata: aliha – ya’lahu [ألـه – يألـه] yang artinya beribadah. Sementara kata ilaahun [إلـه] merupakan isim masdar yang bermakna maf’ul (obyek), sehingga artinya sesembahan atau sesuatu yang menjadi sasaran ibadah.
Jika kita gabungkan dengan kata laa, menjadi laa ilaaha [لا إلـه], maka artinya tidak ada sesembahan atau sesuatu yang menjadi sasaran ibadah, apapun bentuknya.
Ketiga, kata Illa
Ilaa artinya kecuali. Disebut dengan huruf istitsna’ (pengecualian) yang bertugas untuk mengeluarkan kata yang terletak setelah illa dari hukum yang telah dinafikan oleh laa.
Sebagai contoh, ‘Laa rajula fil Masjid illa Muhammad’,
Tidak ada lelaki apapun di masjid, selain Muhammad. Kata Muhammad dikeluarkan dari hukum sebelum illa yaitu peniadaan semua jenis laki-laki di masjid.
Baca juga: Tiga Ilmu yang Wajib Dipelajari Pengamal Tarekat
Keempat, kata Allah
Dialah Sang Tuhan, dikenal oleh makhluk melalui fitrah mereka. Karena Dia Pencipta mereka.
Sebagian ahli bahasa mengatakan, nama Allah [الله] berasal dari kata al-Ilah [الإلـه]. Hamzahnya dihilangkan untuk mempermudah membacanya, lalu huruf lam yang pertama diidhgamkan pada lam yang kedua sehingga menjadi satu lam yang ditasydid, lalu lam yang kedua dibaca tebal. Sehingga dibaca Allah. Demikian pendapat ahli bahasa Imam Sibawaih.
Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan maknanya dalam kitab Madarijussalikin,
الله وحده هو المعبود المألوه الذي لا يستحق العبادة سواه
“Allah Dialah al-Ma’bud (yang diibadahi), al-Ma’luh (yang disembah). Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia”
Syaikh Muhammad ‘Abdul Qadir Khalil menjelaskan bahwa para ulama tauhid sepakat bahwa makna Laa Ilaaha illallah adalah Laa ma’buda bihaqqin illallah (tiada tuhan yang disembah dengan hak kecuali Allah), bukan Laa ma’buda illallah, (tiada tuhan yang disembah selain Allah).
Baca juga: Perbedaan Orang yang Lalai dan yang Berakal
Andai makna Laa Ilaaha illallah adalah Laa ma’buda illallah, (tiada tuhan yang disembah selain Allah), niscaya kenyataannya berbohong. Sebab, masih mengasumsikan ada tuhan-tuhan selain Allah di luaran sana yang disembah. Padahal, tuhan-tuhan itu semuanya batil kecuali Allah. Karena itu, perlu dipastikan bahwa makna Lâ ilâha illallâh adalah tiada tuhan yang hak kecuali Allah. Tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Dia.
Selain bermakna Laa ma‘buda bihaqqin illallah (Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah), Laa ilaha illallah juga bermakna Laa maujuda bihaqqin illallah (Tiada maujud yang hak selain Allah) dan Laa masyhuda bihaqqin illallah (Tiada yang disaksikan dengan hak selain Allah).
Makna Laa ma‘buda bihaqqin illallah ini juga ditegaskan Allah dalam surah al-Fatihah. Iyyaka na‘budu (Hanya kepada Engkau kami menyembah). Lagi-lagi gaya bahasa yang dipergunakan adalah gaya bahasa qashr.
Bedanya, jika Laa ilaha illallah dengan qashr nafyi dan itsbat, sedangkan iyyaka na‘budu dengan qashr taqdim ma haqquhu al-ta’khir (mendahulukan bagian kalimat yang biasa diakhirkan).
Tanpa qashr, kalimat itu berbunyi, Na‘buduka (Kami menyembah Engkau). Namun, dalam gaya bahasa qashr, kalimat itu menjadi Iyyaka na‘budu (Hanya kepada Engkau kami menyembah.” Karena itu, siapa pun yang telah menyelami makna ini, tidak akan ada yang bisa menghalangi dirinya beribadah, tidak ada yang terpikir saat dirinya beribadah kecuali Allah.
Kemudian Laa maujuda bihaqqin illallah maksudnya tiada yang maujud -bermakna wujud- dengan hak kecuali Allah. Segala wujud yang terlihat bukan wujud yang hakiki. Wujudnya bumi misalnya. Ia diwujudkan oleh Allah. Selain itu, wujud bumi juga terbatas dan fana. Begitu pula wujud-wujud yang lain. Semuanya wujud karena ada yang mewujudkan. Tetaplah wujud yang hakiki dimiliki oleh Allah, Dzat yang maha wujud, azali, qadim, dan kekal.
Kemudian Laa masyhuda bihaqqin maksudnya tidak ada yang disaksikan dengan hak kecuali Allah. Apa pun yang dilihat dan disaksikannya semata-mata karena wujud dan kebesaran-Nya. Tidak ada yang disaksikan semata rencana, kehendak, kekuasaan, dan hikmah-Nya.
Baca juga: Saepi Gelar Kajian Online Bahas Iman dan Tingkatannya
Tidak ada yang buruk di sisi-Nya. Sehingga manakala ada seseorang yang melihat perkara buruk oleh mata kepalanya, maka dengan pandangan mata hatinya (bashirah) terlihat baik dan sejalan dengan hikmah yang hendak diberikan-Nya. Bahkan, seorang yang telah menyelami makna ini, tidak bisa melihat sesuatu di depannya kecuali Allah. Itu pula yang terjadi pada al-Hallaj yang pernah mengatakan, “Ana al-Haqq.”
Para ulama tasawuf menyebut makna Laa ma’buda ini sebagai makna syariat, makna Laa maujuda sebagai makna tarekat, dan Laa masyhuda sebagai makna hakikat.
Turunan dari tiga makna di atas adalah Laa maqshuda bihaqqin illallah (tiada yang dituju dengan hak selain Allah), Laa maqdura bihaqqin illallah (tiada yang dikuasakan dengan hak selain Allah), Laa mas’ula bihaqqin illallah (tiada yang diminta dengan hak selain Allah), La mahbuba bihaqqin illallah (tiada yang dicintai dengan hak selain Allah), dan seterusnya.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______