Dalam acara Maulid Nabi Muhammad Saw, wakil talqin Abah Anom, KH Wahfiudin Sakam menyampaikan talqin dzikir kepada kurang lebih 1700 jamaah di Dusun Selipit, Desa Mangga, Stabat, Kab. Langkat, Sumatera Utara pada Ahad (31/10). Bahkan saat prosesi talqin berlangsung jamaah hingga memenuhi rumah-rumah warga.
Lalu muncul pertanyaan, apakah Rasulullah Saw pernah memberikan talqin kepada sahabatnya secara berjamaah?
Talqin dzikir dalam prosesnya bisa dilakukan dalam dua bentuk, secara individu atau perorangan atau dilakukan secara kelompok. Kedua proses talqin dzikir baik secara individu maupun secara berjamaah ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Bentuk talqin secara kelompok atau berjamaah terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Syaddad dari ayahnya dia berkata: telah menceritakan kepadaku Abu Syadad bin Aus dan ‘Ubadah bin Shamit datang membenarkannya berkata; kami bersama Rasulullah Saw lalu beliau bertanya, “Apakah diantara kalian ada orang yang asing yaitu Ahli Kitab?”
Lalu kami menjawab, “Tidak Wahai Rasulullah,” lalu beliau menyuruh untuk menutup pintu dan bersabda: “Angkatlah tangan kalian dan katakanlah, tidak ada tuhan selain Allah,” lalu kami mengangkat tangan kami beberapa saat lalu Rasulullah Saw meletakkan tangan beliau lalu bersabda: “Segala Puji bagi Allah, Ya Allah, Engkau telah mengutus kami dengan kalimat ini dan Engkau telah memerintahkannya dengannya dan Engkau telah menjanjikan kepada kami atasnya dengan surga. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyelisihi janji,” lalu Rasulullah Saw bersabda: “Berilah kabar gembira, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mengampuni kalian.” (HR. Ahmad).
Talqin secara berjamaah atau berkelompok ini terus diwarisi kalangan sahabat, tabi’in, dan berlanjut hingga generasi saat kini. Manhaj inilah yang dilanjutkan olah para guru sufi Mursyid tarekat di berbagai belahan dunia kepada calon murid yang hendak menjalani suluk atau bergabung dengan tarekat tertentu.
Baca juga: Urgensi Talqin Dzikir di Masa Pandemi
Syekh Abdul Qadir Isa dalam Haqaiq ‘anit Tashawwuf menjelaskan bahwa para Mursyid pembaharu yang sepanjang masa mengikat qalbu manusia dengan mereka hingga sampai kepada nur Nabi Muhammad Saw, tiada lain ibarat pusat-pusat listrik yang diletakkan jauh dari pembangkit listrik. Cahaya (nur) diambil dari pembangkit listrik untuk dialirkan ke orang sekitarnya dengan daya yang kuat.
Pusat-pusat listrik tersebut bukanlah sumber cahaya. Dia hanya berfungsi sebagai pembagi dan penyalur daya. Karena jarak yang jauh dari sumber listrik menyebabkan cahaya yang dialirkan semakin melemah dayanya, maka dia membutuhkan pusat-pusat listrik untuk memperkuatnya.
Seperti inilah para Mursyid membaharui energi dan semangat keimanan di masanya, mereka juga menghadirkan kembali an Nur al Muhammady (cahaya nabi Muhammad Saw) dengan sinar dan pancarannya setelah melewati masa yang panjang dan perputaran waktu. Inlah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw bahwa “Ulama adalah pewaris para Nabi” (HR. Tirmidzi).
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______