5. Perang yang Damai
Terkadang perang tak dapat dihindari. Ketika orang-orang yang jahat dan bodoh menyerang umat Islam, umat Islam diwajibkan untuk membela diri dengan yang perang yang dikategorikan sebagai jihad yang mulia.
Namun kalau pun harus membela diri dengan berperang, Rasulullah SAW berpesan kepada kita: “Jangan kamu bunuh anak-anak (simbol ketidak-tahuan). Jangan kamu bunuh wanita-wanita (simbol ketak-berdayaan). Jangan kamu bunuh orang-orang yang sudah tua renta (simbol penghormatan terhadap orang tua).
Jangan kamu kejar dan bunuh orang-orang yang lari ke tempat-tempat ibadah mereka (tempat Tuhan dipuja, meskipun dengan konsepsi dan cara yang berbeda dengan Islam), jangan kamu rusak kebun dan tanaman mereka (tetap jaga keutuhan ekologi). Kejar dan bunuh orang-orang bersenjata yang menyerang kamu saja”.
Dalam perang Badar, musuh yang tertawan tetap diberi makan dan diperlakukan dengan baik. Mereka diberi kesempatan untuk mengajarkan baca tulis kepada orang-orang muslim yang buta huruf. Bila sepuluh orang mereka bebaskan dari buta huruf, mereka pun terbebas dari status sebagai tawanan. Tinggal pilih untuk kembali ke kaum mereka, atau tetap tinggal di Madinah sebagai orang merdeka meskipun tidak memilih masuk Islam.
Perang memang bukan ‘proyek’ untuk memperturutkan keserakahan dan kebencian (baghyan) meskipun dengan dalih kepentingan nasional (`ashabiyah) seperti yang sekarang sedang dipertontonkan oleh negara-negara maju.
Perang Uhud berlangsung sengit dari pagi hingga terbenam matahari. Tak mungkinlah menghentikannya walau sesaat hanya untuk shalat. Setelah perang berakhir karena datangnya gelap malam Nabi SAW memerintahkan pasukan untuk menguburkan para mujahidin yang terbunuh. Juga sebagaimana di perang Badar, Nabi SAW memerintahkan mengubur bangkai-bangkai musuh dan tidak membiarkannya tergeletak sembarangan.
Memakan waktu yang lama memang, apalagi kondisi pasukan sudah sangat payah dan letih. Tapi itu semua tidak menghalangi pelaksanaan tugas dan tidak memunculkan baghyan (penistaan) terhadap mayat-mayat musuh hanya karena `ashabiyah (fanatisme golongan).
Setelah itu Nabi SAW memimpin pasukan untuk shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya sekaligus. Bayangkan, 4 (empat) shalat harus mereka jamak belakangan hanya untuk mengurus kepentingan kemanusiaan, termasuk mayat orang-orang yang memerangi dan membunuhi saudara-saudar mereka, termasuk Hamzah paman Nabi SAW.
Pembebasan Makkah lebih mengesankan lagi. Negara Madinah sudah semakin kuat dan Nabi SAW membagi pasukan menjadi empat, lalu menugaskan mereka memasuki Makkah dari empat arah. Saat pasukan berdiri di puncak-puncak gunung yang mengelilingi Makkah timbul kesan Makkah sudah sangat terkepung oleh pasukan yang banyak.
Sebagian pasukan turun dan berthawaf mengelilingi Ka`bah dengan berlari, mengesankan mereka masih sangat kuat meskipun baru menyelesaikan perjalan yang jauh dari Madinah. Tapi pertumpahan darah, sepanjang dapat dihindari, tak perlu dilakukan.
Orang-orang Makkah yang berlindung di Ka`bah serta rumah tokoh-tokoh masyarakat Makkah tidak dianggap sebagai combatant musuh yang harus dihabisi.
Akhirnya Makkah terkuasai, kehormatan Ka`bah dan harga diri para pemimpin Makkah juga terjaga. Mereka mau menjadi muslim atau tidak terserah, asal jangan mengganggu umat Islam. Tercegahlah bangkitnya baghyan (kebencian dan permusuhan) di kalangan orang Makkah. Kehidupan menjadi normal dengan etika yang wajar karena tidak lagi berdasarkan `ashabiyah (fanatisme golongan yang picik).
Penutup
Beberapa saat setelah shalat Ied ini kita akan menyembelih banyak kambing dan sapi/kerbau. Akankah kita menyembelihnya dengan semangat penaklukan dan keserakahan? Jangan! Sembelihlah dengan menyebut nama Allah banyak-banyak. Iringi dengan takbir.
Yang sebenarnya kita sembelih adalah egoisme kita, keserakahan kita, kedengkian kita, kejorokan kita, sifat-sifat kebinatangan kita. Pada penyembelihan yang dilandasi niat yang tulus, diiringi takbir nama Allah yang kuat, Insya Allah akan Anda lihat hewan-hewan itu tenang dalam kepasrahan kepada Allah. Mereka tahu inilah ibadah yang mereka pun harus menjalaninya. Mereka dapat merasakan tidak disembelih karena baghyan (keangkuhan dan keserakahan) tapi karena ketaqwaan orang-orang yang berkurban dan menyembelihnya.
Dari ibadah qurban ini kita akan belajar bagaimana menjadi tulus, pasrah dan tunduk menjalankan tugas-tugas dari Allah. Kita akan meyakini dengan itu semua kehidupan dunia akan menjadi damai, dan kehidupan akhirat menjanjikan nikmat.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar…. Walillahilhamd…
Ditulis oleh KH. Wahfiudin Sakam. Mudir Aam JATMAN, Wakil Ketua Komisi Pendidikan & Kaderisasi MUI Pusat, Wakil Talqin TQN Pontren Suryalaya.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______