Ada empat hal yang diharamkan untuk dilakukan bagi mereka yang berhadas kecil, sampai ia menghilangkan hadasnya dengan berwudhu atau tayamum. Demikian Ustadz H. M. Ruhiyat Haririe, Lc menerangkan dalam kajian kitab Safinatun Naja karya Syekh Salim bin Sumair Al Hadhrami.
Siapa yang batal wudhunya, haram baginya empat hal, yaitu shalat, thawaf, menyentuh mushaf dan membawanya
Pertama, shalat
Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan melakukan shalat) sekalipun itu shalat sunnah, shalat jenazah. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,
“Allah tidak akan menerima shalat yang dilakukan oleh salah satu dari kalian ketika ia telah menanggung hadas sampai ia berwudhu terlebih dahulu”.
Baca juga: Ngaji Fiqih: Ini Rukun Wudhu dan Sunnahnya
Dikecualikan faqid tuhuraini (orang yang tidak mendapati dua alat thaharah, yaitu air dan debu), maka ia melakukan shalat fardhu (tanpa bersuci, dalam hal ini, tanpa berwudhu), bukan shalat sunnah, karena lihurmatil waqti (untuk menghormati waktu shalat). Dan ketika ia telah mendapati salah satu dari air atau debu, ia meng-qadha (mengganti) shalatnya itu.
Ustadz Haririe menjelaskan, bahwa yang juga masuk dalam makna shalat adalah khutbah Jumat, Sujud Tilawah, dan Sujud Syukur. “Artinya ketika seseorang telah menanggung hadas dan belum berwudhu, ia tidak diperbolehkan melakukan khutbah Jumat dan seterusnya,” imbuhnya.
Kedua, thawaf
Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan melakukan thawaf, baik itu thawaf fardhu atau sunnah, seperti; thawaf qudum, karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Al Hakim,
“Thawaf menduduki kedudukan shalat. Hanya saja, Allah memperbolehkan berbicara di dalam thawaf. Siapa berbicara (saat thawaf) maka janganlah ia berbicara kecuali kebaikan.”
Baca juga: Ngaji Fiqih: Empat Hal yang Membatalkan Wudhu
Ketiga, menyentuh mushaf
Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan menyentuh mushaf.
Pengertian mushaf adalah setiap benda yang di atasnya tertulis al Quran untuk tujuan dirasah (dipelajari yang juga mencakup dibaca) sekalipun benda tersebut adalah kayu, papan, kulit binatang, atau kertas.
Imam An Nawawi berkata dalam kitabnya at-Tibyan Fi Adabi Hamalati al-Quran,
Diharamkan atas muhdis atau orang yang menanggung hadas untuk menyentuh mushaf, baik menyentuh tulisan mushaf itu sendiri, atau pinggirnya, atau sampulnya. Diharamkan atas muhdis menyentuh kantong, sampul, dan peti kecil yang di dalamnya terdapat mushaf. Hukum keharaman ini adalah pendapat madzhab yang dipilih. Menurut satu pendapat dikatakan, tidak diharamkan atas muhdis menyentuh kantong, sampul, dan peti kecil tersebut, dan pendapat ini adalah dha’if. Apabila seseorang menulis al-Quran di atas papan maka hukum papan tersebut adalah seperti hukum mushaf, baik sedikit atau banyak tulisannya, bahkan apabila ia hanya menulis sebagian ayat al-Quran dengan tujuan dirasah (untuk belajar) maka diharamkan bagi yang sedang menanggung hadas untuk menyentuhnya.
Baca juga: Ngaji Fiqih: Tiga Tanda Baligh
Keempat, membawa mushaf
Orang yang telah batal wudhunya atau yang tengah menanggung hadas kecil tidak diperbolehkan membawa mushaf, kecuali apabila mushaf yang dibawanya bersamaan dengan barang-barang lain, maka ia diperbolehkan membawa mushaf karena diikut sertakan pada barang-barang lain tersebut, atau mushaf dibawa dengan kantong atau wadah khusus.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______