Ngaji Fiqih menjadi salah satu kajian menarik di Majelis Dzikir SAEPI. Pembahasan kali ini ialah menyangkut hal-hal yang membatalkan wudhu dalam kitab Safinatun Najah dengan Syarah Kasyifatus Saja.
“Syekh Salim bin Abdullah Al Hadhrami rahimahullah menyampaikan bahwa yang membatalkan wudhu ada empat,” demikian ucap H. M. Ruhiyat Haririe, B.A. pengampu kajian kitab fiqih tersebut.
الأول : الخارج من أحد السبيلين ، من قبل أو ذبر ، ريح أو غيره ، إلا المني
الثاني : زوال العقل بنوم أو غيره ، إلا قاعد ممكن مقعدته من الأرض
الثالث : التقاء بشرتي رجل وامرأة كبيرين أجنبيين من غير حائل
الرابع : مس قبل الآدمي ، أو حلقة دبره ببطن الراحة ، أو بطون الأصابع
Pertama, keluarnya sesuatu (al-kharij) dari salah satu dua jalan, maksudnya dari qubul atau dubur, baik kentut atau lainnya kecuali mani. Atau hal yang membatalkan wudhu adalah adanya sesuatu yang keluar (al-kharij) dari lubang manapun (selain qubul atau dubur) ketika salah satu dari qubul dan dubur tertutup karena asli bawaan lahir.
Walaupun kemudian yang keluar adalah kentut yang tidak terdengar maupun tidak tercium baunya, namun terasa keluarnya angin dari dubur, maka diwajibkan untuk mengulangi wudhunya.
Baca juga: Ngaji Fiqih, ini Rukun Wudhu dan Sunnahnya
Kedua, hilangnya akal dengan tidur atau lainnya, kecuali tidurnya orang yang duduk sambil mengokohkan duduknya di tanah (lantai).
“Semisal saking asyiknya bertawajjuh dari ba’da subuh sampai syuruq, lalu tertidur sambil bertawajjuh tanpa bersender kepada apapun, duduk secara kokoh maka tidak membatalkan wudhu,” jelas putera dari KH. Arief Ichwani tersebut.
Dalil tentang batalnya wudhu sebab tidur adalah sabda Rasulullah Saw:
العينان وكاء السه فإذا نامت العينان استطلق الوكاء فمن نام فليتوضأ
Kedua mata adalah pengikat kelalaian. Ketika kedua mata tidur maka pengikat tersebut terlepas sehingga barang siapa tidur maka wajib baginya berwudhu. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah.
Wudhu juga bisa batal karena hilang sifat tamyiz yang disebabkan oleh selain tidur, seperti; gila dan lain sebagainya. Pengertian gila di sini adalah hilangnya sifat pengetahuan dari hati, tetapi masih memiliki kekuatan dan gerak pada anggota tubuh.
Baca juga: Makna Kalimat Tauhid Secara Syariat Tarekat dan Hakikat
Ketiga, bersentuhannya dua kulit lelaki dengan perempuan dewasa tanpa pembatas.
Maksudnya, adalah saling bertemunya kulit laki-laki ajnabi yang dewasa dan kulit perempuan ajnabiah yang dewasa tanpa adanya penghalang.
Masing-masing dari mereka, wudhunya batal, baik sama-sama merasakan enak atau tidak, baik secara sengaja bersentuhan atau lupa atau dipaksa. Baik kulit yang saling bersentuhan adalah kulit anggota tubuh yang berfungsi atau yang sudah mati, meskipun si laki-laki adalah yang pikun atau yang tidak memiliki dzakar sama sekali.
Ustadz Haririe juga menjelaskan bahwa bersentuhan kulit (lamsu) dapat membatalkan wudhu dengan 5 (lima) syarat, yaitu:
a) Bersentuhan kulit terjadi antara dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan (ajanib) yaitu yang halal dinikahi (bukan mahram).
“Dalam madzhab kita Syafi’i, bersentuhan kulit suami istri pun dihitung membatalkan wudhu,” ujarnya.
b) Yang saling bersentuhan adalah kulit, bukan rambut, gigi, atau kuku.
c) Tidak ada penghalang (haail) antara kulit laki-laki dan kulit perempuan.
Apabila antara keduanya terdapat penghalang sekalipun tipis maka saling bersentuhan tidak menyebabkan batalnya wudhu.
Baca juga: Dosa Lahir dan Batin
d) Masing-masing laki-laki atau perempuan telah mencapai batas kedewasaan secara yakin.
Batas kedewasaan bagi laki-laki adalah sekiranya ia telah mencapai batas yang menimbulkan syahwat pada umumnya menurut para perempuan yang bertabiat selamat, seperti; Sayyidah Nafisah, yakni putri Hasan bin Zaid bin Sayyidina Hasan sang Cucu Rasulullah Saw, putra Sayyidina Ali kw ra. Pengertian menimbulkan syahwat di atas adalah sekiranya hati para perempuan tersebut condong kepada laki-laki itu.
Sedangkan, batas kedewasaan bagi perempuan adalah sekiranya ia telah mencapai batas yang menimbulkan syahwat pada umumnya menurut para laki-laki yang bertabiat selamat, seperti; Imam Syafii ra. Pengertian mensyahwati disini adalah sekiranya dzakar (kelamin) laki-laki mulai ereksi.
Oleh karena itu, apabila ada laki-laki yang telah mencapai batas menimbulkan syahwat sedangkan perempuan belum mencapainya, kemudian mereka saling bersentuhan kulit, maka wudhu tidak menjadi batal.
e) Tidak ada sifat mahramiah antara laki-laki dan perempuan, meskipun hanya menurut kemungkinan.
Pengertian mahram adalah perempuan yang haram dinikahi yang mana keharamannya tersebut terus menerus berlangsung selamanya karena faktor yang mubah, bukan karena kemuliaannya dan bukan karena faktor baru yang dapat hilang.
Keempat, menyentuh qubul (kemaluan) anak Adam atau lingkaran duburnya dengan telapak tangan atau jari-jarinya.
Meskipun karena lupa, meskipun qubul yang disentuh telah terpotong sekiranya masih disebut sebagai farji, meskipun qubul sudah tidak berfungsi, meskipun qubul anak kecil atau mayit, dan meskipun qubul milik sendiri atau orang lain.
Baca juga: Ketika Nabi Lebih Memilih Majelis Ilmu
Pengertian bagian qubul di sini bagi laki-laki adalah seluruh batang dzakar. Pengertian bagian qubul bagi perempuan adalah dua bibir vagina yang saling bertemu. Kedua bibir tersebut adalah dua sisi vagina yang menutupinya sebagaimana dua bibir menutupi mulut atau cincin menutupi bagian jari-jari dibawahnya.
Syarat menyentuh qubul atau halaqoh dubur manusia yang dapat membatalkan wudhu adalah sekiranya disentuh dengan bagian dalam telapak tangan atau bagian dalam jari-jari tangan secara langsung tanpa ada yang menghalanginya seperti kain, dll.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______