Ngaji Fiqih: Tiga Tanda Baligh

Syekh Salim bin Sumair al-Khadrami dalam Safinatun Naja menjelaskan tanda-tanda baligh di awal pembahasan fiqih. Beliau beralasan, karena tuntutan hukum atau taklif dibebankan atas mereka yang sudah baligh, bukan bagi shabiy (anak kecil laki-laki) atau shabiyah (anak kecil perempuan). Demikian penjelasan Ustadz H. M. Ruhiyat Haririe, Lc dalam kajian fiqih bersama Majelis Dzikir SAEPI dan LDTQN DKI Jakarta.

عَلاَمَاتُ الْبُلُوْغِ ثَلاَثٌ:
تَمَامُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فِيْ الذَّكَّرِ وَالأُنْثَى والاحْتِلاَمُ فِيْ الذَّكَرِ وَالأُنْثَى لِتِسْعِ سِنِيْنَ والْحَيْضُ فِيْ الأُنْثَى لِتِسْعِ سِنِيْنَ.

Tanda-tanda baligh itu ada tiga. Pertama, umur 15 tahun sempurna bagi lelaki maupun perempuan. Kedua, ihtilam (mimpi basah) bagi lelaki maupun perempuan yang (biasanya) berumur 9 tahun. Ketiga, haidh bagi perempuan yang (biasanya) berumur 9 tahun.

“Lalu apa itu Baligh? Baligh adalah kondisi dimana seseorang telah mencapai usia dewasa sehingga segala hal yang disyariatkan telah sepenuhnya menjadi tanggung jawab seorang hamba,” ungkap ustadz Haririe.

Baca juga: Ngaji Fiqih: Ini Rukun Wudhu dan Sunnahnya

Namun, diwajibkan secara fardhu kifayah bagi orang tua (bapak dan atau ibu) anak kecil laki-laki maupun perempuan, untuk memerintahkan mereka berdua melaksanakan shalat dan melakukan apa yang menjadi syarat sahnya shalat, seperti; wudhu dan selainnya, setelah mereka berdua berusia genap 7 tahun dengan syarat ketika mereka berdua telah tamyiz.

Lalu apa batasan tamyiz? Batasannya adalah ketika anak sudah dapat makan sendiri, minum sendiri, dan cebok atau istinja sendiri.

Dengan demikian, tidak diwajibkan memberikan perintah tersebut ketika anak telah tamyiz sebelum berusia 7 tahun, tetapi disunnahkan memerintah mereka berdua.

Begitu juga, diwajibkan secara fardhu kifayah atas orang tua untuk memerintahkan shabiy dan shabiyah (anak kecil laki-laki maupun perempuan) mengerjakan syariat-syariat dzahir agama, seperti berpuasa Ramadhan, ketika mereka berdua telah kuat atau mampu.

Ustadz Haririe menerangkan, bahwa dalam memberikan perintah kepada anak, orang tua wajib menggunakan pernyataan perintah yang (apabila diperlukan) disertai peringatan atau ancaman.

Selanjutnya, juga diwajibkan atas orang tua untuk mengajari shabiy dan shabiyah tentang Rasulullah Saw, bahwa beliau dilahirkan dan diutus di Mekah, wafat dan dikuburkan di Madinah.

Baca juga: Ngaji Fiqih: Empat Hal yang Membatalkan Wudhu

Orang tua juga wajib memukul shabiy atau shabiyah ketika mereka meninggalkan perintah (shalat, wudhu, dan lain-lain) dengan pukulan yang tidak menyakiti pada saat mereka berdua telah berusia di tengah-tengah 10 tahun setelah genap usia 9 tahun karena memungkinkannya terjadinya baligh saat itu.

Bagi mu’allim atau guru didik diperbolehkan memberi perintah shalat dan syariat-syariat dzhahir dari agama kepada shabiy dan shabiyah, tetapi ia tidak boleh memukul mereka berdua ketika mereka meninggalkan perintah kecuali apabila dapat izin dari wali.

“Demikian juga berlaku bagi seorang suami diperbolehkan memberi perintah shalat dan lain-lainnya kepada istri, tetapi suami tidak boleh memukul istri ketika istri meninggalkan perintahnya tersebut, kecuali apabila suami telah mendapat izin dari wali,” tambahnya.

Adapun hikmah memerintah anak untuk melaksanakan shalat dsb sejak dini ialah sebagai praktik latihan ibadah agar anak terbiasa dan tidak meninggalkannya di kemudian hari.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi