Bukan Kita yang Menentukan Surga

Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan dengan sebuah cuitan seorang aktor tentang keyakinannya masuk surga karena sering mengunggah dirinya sedang membaca Alquran.

Sesungguhnya saya pribadi mengapresiasi beliau sedang membaca Alquran dan kemudian memostingnya di akun media sosial milik pribadinya. Namun, tentunya, akan menjadi berbeda ketika dia menganggapnya sebagai sebuah kebanggaan. Ada nilai “riya” di situ yang justru diharamkan oleh Allah Swt.

Saya berprasangka baik bahwa beliau bertujuan mulia agar banyak orang yang mengikuti langkahnya atau setidaknya terinspirasi dari apa yang dilakukannya, daripada posting gambar atau video asusila dan kurang pantas (senonoh). Namun, lain ceritanya, jika hal itu ia anggap sebagai jalan (wasilah) baginya masuk surga.

Sebab, tidak ada yang memastikan diri kita masuk surga atau tidak, kecuali Allah Swt. Lagi pula, kita masuk surga bukan karena amaliah kita, tapi rahmat-Nya. Sebesar apapun amaliah kita, jika Allah tidak berkenan, kita pun tidak bisa masuk surga.

Alkisah, ada dua orang bersaudara dari kalangan Bani Israil. Yang satu sering berbuat dosa, sementara yang lain sebaliknya: sangat tekun beribadah. Yang terakhir disebut ini rupanya tak henti-hentinya menyaksikan saudaranya itu melakukan dosa hingga mulutnya tak betah untuk tidak menegur.

“Berhentilah!” sergahnya.

Teguran seolah hanya masuk melalui telinga kanan dan keluar lagi lewat telinga kiri. Perbuatan dosa berlanjut dan sekali lagi tak luput dari mata saudaranya yang rajin beribadah.

“Berhentilah!” Sergahnya kembali.

Si pendosa lantas berucap, “Tinggalkan aku bersama Tuhanku. Apakah kau diutus untuk mengawasiku?”

Saudara yang ahli ibadah pun menimpali, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu. Allah tidak akan memasukkanmu ke surga.”

Cerita ini tertuang dalam sebuah Hadits Shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad. Di ujung, Hadits tersebut melanjutkan, tatkala meninggal dunia, keduanya pun dikumpulkan di hadapan Allah Swt.

Kepada yang sungguh-sungguh beribadah, Allah mengatakan, “Apakah kau telah mengetahui tentang-Ku? Apakah kau sudah memiliki kemampuan atas apa yang ada dalam genggaman-Ku?”

Drama keduanya pun berlanjut dengan akhir yang mengejutkan.

“Pergi dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku,” kata Allah kepada si pendosa.

Sementara kepada ahli ibadah, Allah mengatakan, “(Wahai malaikat) giringlah ia menuju neraka.”

Kisah di atas menyiratkan pesan kepada kita untuk tidak merasa paling benar untuk hal-hal yang sesungguhnya menjadi hak prerogatif Allah. Tentu beribadah dan meyakini kebenaran adalah hal yang utama. Tapi menjadi keliru tatkala sikap tersebut dihinggapi takabur dengan menghakimi pihak lain, apakah ia bahagia atau celaka di akhirat kelak.

Sebuah kata bijak menyebutkan, “Perbuatan dosa yang membuatmu menyesal jauh lebih baik ketimbang beribadah yang disertai rasa ujub.”


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi