Bukan Fatalis, Islam Dorong Umatnya Bekerja dan Berkarya

Jika ada anggapan bahwa Islam adalah agama yang fatalis, maka ketahuilah bahwa dalam al Qur’an akan banyak dijumpai redaksi ayat yang menggandengkan antara yang beriman dan beramal saleh. Misalnya dalam surah Al Maidah ayat 9.

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar.”

Beramal saleh mencakup semua kegiatan dan aktivitas yang bernilai kebaikan dan bermanfaat bagi kemaslahatan diri, keluarga, lingkungan, masyarakat dan negara serta dilakukan demi mencari ridha Allah Swt.

Bekerja dan berkarya termasuk amal saleh. Sehingga keliru jika Islam dikatakan sebagai agama yang menghambat produktivitas. Justru perintah menyangkut bekerja sangat jelas dan gamblang disebutkan dalam al Qur’an.

Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, (At Taubah: 105).

Dengan demikian Islam sebenarnya sangat mendorong umatnya agar selalu produktif di dalam kesehariannya dengan aktif bekerja dan berkarya demi karena Allah. Sampai sini mudah dipahami bahwa bekerja merupakan ibadah karena merupakan perintah-Nya.

Apresiasi Islam Terhadap Kerja dan Karya

Islam sangat mengapresiasi mereka yang bekerja dan berkarya. Bahkan di hari Jum’at yang dikenal sebagai hari raya pekanan, umat Islam diperintahkan untuk tetap dinamis bekerja dan berkarya.

“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (Al Jumu’ah: 10).

Pesan agar umat Islam memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan terus bekerja juga bisa ditangkap tatkala nabi bersabda, “jika hari kiamat datang dan di tangan salah seorang di antara kalian sebutir biji (bibit pohon) yang masih dapat ditanam, maka hendaknya ia menanamnya,” (HR. Ahmad).

Sedemikian penting dan perlunya bekerja, di lain waktu nabi Muhammad Saw pernah menolak keinginan beberapa orang yang bermaksud hanya untuk beribadah di dalam masjid. Padahal kehidupan mereka yakni kebutuhan sandang dan papannya dibebankan di atas pundak orang lain.

Sebaliknya Nabi Muhammad Saw memuji siapa yang hidup dari hasil usaha dan keringat sendiri. Melalui sabdanya, “tangan pekerja adalah tangan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya.”

Bahkan hal itu bisa mudah dapati dalam literatur sejarah, betapa Rasulullah Saw adalah sosok pekerja keras sekaligus ahli ibadah. Dua hal yang jarang menyatu dalam diri satu orang.

Sikap Mental Tawakkal
Dalam Islam, tawakkal bukan berarti pasrah tanpa ikhtiar. Justru tawakkal merupakan sikap mental umat Islam dalam bekerja dan berkarya. Yakni dengan menyandarkan segala sesuatunya pada Allah Swt.

Dengan kalimat lain, tawakkal tidak bisa diterapkan hanya dalam angan-angan atau pun, dalam kekosongan aktivitas atau dalam keadaan tidak bekerja dan berkarya.

Pemahaman yang benar menyangkut tawakkal bisa dipahami misalnya melalui apa yang Nabi sabdakan dalam hadis berikut.

Kalaulah kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Dia akan mengaruniakan kepada kalian rezeki sebagaimana burung-burung diberi rezeki; mereka berangkat pagi hari dengan perut kosong dan kembali pada sore hari dengan perut terisi. (HR. Tirmidzi).

Permisalan burung yang berusaha mencari makan keluar dari sangkarnya mengajarkan manusia agar jangan berpangku tangan pada orang lain. Tetapi mesti dinamis belajar, bekerja dan berkarya.

Bekerja Menafkahi Keluarga Bernilai Besar

Bekerja dan berkarya yang hasilnya untuk memberi nafkah kepada keluarga juga bernilai besar ganjarannya di sisi Allah Swt

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari).

Bahkan apa yang Anda keluarkan dari perolehan hasil bekerja itu kepada anak istri atau pun keluarga, nilainya lebih besar dari membebaskan budak dan bersedekah kepada orang miskin.

“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan sebelumnya).” (HR. Muslim).


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi