Ketika Kiai Ahmad Dahlan masih hidup, dikisahkan beliau selalu terus menerus mengajarkan murid-muridnya surah al Maun. Bahkan murid-muridnya ketika itu merasa bosan dengan pengulangan surah al Maun tersebut.
Para murid akhirnya memberanikan diri bertanya pada gurunya tersebut, mengapa sang guru tidak beranjak untuk mengajarkan surah yang lain.
“Kalian sudah hafal surat al-Maun, tapi bukan itu yang saya maksud. Amalkan! Diamalkan, artinya dipraktekkan, dikerjakan! Rupanya, saudara-saudara belum mengamalkannya,” ucap Kiai Ahmad Dahlan seperti dikutip Junus Salam dalam K.H. Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya (2009).
Selanjutnya teman seperjuangan Kiai Hasyim Asy’ari tersebut menyuruh murid-muridnya untuk berkeliling mencari orang miskin dan membawanya pulang, lalu dimandikan dengan sabun, diberi pakaian yang bersih, diberi makan dan minum, serta menyediakan bagi mereka tempat tidur yang layak.
Lalu seperti apa kandungan surah Al Maun yang menjadikan pendiri Muhammadiyah itu begitu memusatkan perhatiannya kepada surah tersebut agar diamalkan oleh para muridnya?
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya Tafsir Al Lubab menyatakan bahwa uraian dalam surah al Muan berisi kecaman terhadap mereka yang tidak memperhatikan anak yatim dan kaum lemah serta melupakan substansi shalatnya.
- Apakah engkau telah melihat (yakni beritahukanlah kepada-Ku) orang yang mendustakan hari pembalasan?
- (Jika engkau belum mengetahui), maka (ketahuilah bahwa orang yang mendustakan hari pembalasan) itu (adalah) yang mendorong dengan keras (yakni menghardik dan memperlakukan sewenang-wenang), anak yatim,
- Dan tidak (selalu) menganjurkan (orang lain dan bahkan diri sendiri untuk) memberi pangan orang miskin.
- Maka, kecelakaan (besar) lah bagi orang-orang yang shalat (hanya dalam bentuk formal)
- (Yaitu) orang-orang yang lalai (tentang esensi makna dan tujuan) dari shalat mereka,
- (Yaitu) orang-orang yang (selalu) berbuat riya’ (pamrih/tidak ikhlas serta bermuka dua)
- Dan menghalang-halangi (diri sendiri dan orang lain untuk menolong siapa pun yang butuh dengan memberi atau meminjamkan dengan) barang berguna.
Ada tiga sikap buruk yang dilakukan oleh mereka yang disebut sebagai pendusta agama.
Baca juga: Tanbih dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Pertama, sikap buruk kepada kaum lemah, yakni menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi pangan.
Kedua, sikap buruk kepada Allah, yakni lalai dari (substansi) shalatnya dan riya’.
Ketiga, sikap buruk kepada diri sendiri dan orang lain, yaitu menghalangi diri sendiri dan orang lain untuk menolong dengan barang berguna.
Surah yang tergolong Makkiyah ini juga ingin menegaskan bahwa paradigma “di sini” dan “kini” bisa membuat orang ingkar terhadap agama dan hari pembalasan.
Selain itu ibadah ritual mesti berdampak sosial dan lengah terhadap substansi shalat bisa mengundang murka Allah.
Semangat Surah Al Maun dalam Tanbih
Jika kita perhatikan, Tanbih dalam uraiannya juga berisikan semangat surah Al Maun. Hal ini bisa mudah diperoleh jika dicermati ungkapan, “Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.”
Abah Sepuh tidak ingin para murid yang dicintainya lengah terhadap substansi shalat sebagaimana disebutkan dalam surah al Maun. Sebab, Abah Sepuh mengetahui bahwa shalat saja tetapi mengabaikan substansinya dengan abai terhadap kaum fakir miskin bisa mengundang murka Allah Swt.
Bahkan sebelum sampai sana, dalam tanbih sebelumnya sudah diuraikan bahwa, “Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yang lemah-lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.”
Abah Sepuh sebagai Guru Mursyid TQN Pontren Suryalaya, berharap besar ikhwan akhwat Pontren Suryalaya khususnya tidak masuk dalam golongan orang yang Allah kecam dalam surah al Maun. Yaitu mereka yang berkemampuan, tetapi enggan, jangankan memberi, menganjurkan pun tidak.
Dengan mengikuti manaqib Syekh Abdul Qadir Al Jilani yang dibacakan Tanbih di dalamnya, tak lain agar para ikhwan akhwat bisa melaksanakan wasiat Abah Sepuh, yang di antaranya ialah ejawantah dari surah al Maun.
Apa yang menjadi fokus perhatian, baik itu Kiai Ahmad Dahlan maupun Abah Sepuh merupakan bukti keduanya mentadabburi isi al Qur’an dan mengetahui apa yang menjadi prioritas untuk ditonjolkan.
Karena sejak awal, surah al Maun ini Allah berfirman dengan mengajukan satu pertanyaan yang tujuannya bukan meminta informasi. Tetapi untuk menggugah hati dan pikiran mitra bicaranya, agar memerhatikan kandungannya.
“Apakah engkau telah melihat (yakni beritahukanlah kepada-Ku) orang yang mendustakan hari pembalasan?” (Al Maun: 1).
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______