Ikhwan TQN Suryalaya tentu tak asing dengan Syekh Sirri As Saqathi ra (w. 253 H / 867 M). Namanya sering disebut dalam amaliah khataman, beliau salah satu sufi agung yang masuk rantai emas silsilah TQN Suryalaya.
Beliau adalah Murid dari sufi besar Syekh Ma’ruf Al Kharkhy ra. Ulama besar ini merupakan guru sekaligus paman dari Sayyidut Thaifah, sufi agung Imam Junaid Al-Baghdadi ra.
Berbagai disiplin ilmu dikuasainya, mulai dari ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu hadis, sejarah hingga filsafat. Beliau dikenal sebagai ahli ilmu dan amal.
Baca juga: Kaum Sufi Mewarisi Batiniah Nabi
ما رأيت أعبد من السري أتت عليه ثمان وتسعون سنة ما رؤي مضطجعا إلا فى علة الموت
“Aku tidak melihat seorang yang lebih hebat ibadahnya daripada Syekh Sirri as-Saqathi. Selama 98 tahun beliau tidak pernah terlihat berbaring kecuali pada saat sakit jelang wafatnya,” ujar keponakannya, Syekh Junaid Al-Baghdady.
Sebagai tokoh sufi yang ahli ibadah, zuhud dan wara’, menariknya beliau adalah seorang pengusaha yang memiliki (owner) toko di pusat kota Baghdad, sebagaimana disampaikan Abbas bin Masruq dalam kitab Ar Risalah Al Qusyairiyah.
Ada kejadian menarik terkait toko yang dimilikinya tersebut. Syekh Sirri al-Saqathi berkata, “Sudah 30 tahun aku beristighfar kepada Allah hanya karena ucapan alhamdulillah yang pernah kuucapkan dahulu.”
Tentu banyak orang bertanya kepadanya, ”Bagaimana itu bisa terjadi?”
“Suatu hari pasar Baghdad hangus terbakar dan tokoku berada di pasar itu. Seseorang menghadap kepadaku kemudian menyampaikan kabar, “tokomu selamat tidak terbakar.”
Aku pun berseru, ”alhamdulillah!”
Maka sejak 30 tahun yang lalu hingga saat ini aku menyesali apa yang kuucapkan dahulu, karena aku menginginkan untuk diriku sesuatu yang lebih baik dari apa yang sedang dialami kaum muslimin (saat itu yang toko dan rumahnya terbakar).
Baca juga: Imam Junaid Mengkritik Pemalas Yang Mengaku Sufi
Ucapan Syekh Sirri Saqathi secara syariat merupakan masalah sepele. Tetapi kesadaran moral dan ruhaniyahnya mengajarkan kepada kita betapa besarnya dosa rohani orang yang senang dengan penderitaan orang lain.
Istighfarnya yang sungguh-sungguh selama tiga puluh tahun itu menggambarkan betapa dahsyatnya penyesalan beliau karena telah spontan bergembira atas kemalangan orang lain.
Itu sebabnya dalam Tanbih kita akan menemukan pesan dengan kesadaran moral yang mendalam.
“Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang. Karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.”
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______