Ibadah Ramadhan telah masuk fase 10 hari kedua. Fase pertama memberikan berbagai hikmah dan pelajaran, baik secara fisik maupun kejiwaan. Ramadhan mengajak kita meningkatkan ketakwaan dengan melatih karakter sabar, empati pada sesama dan jujur.
Mengapa karakter-karakter itu penting? Ibadah Ramadhan adalah pendidikan terbaik untuk menjadi pribadi unggul, secara individual dan komunal. Karakter jujur membuat orang malu untuk berbohong, ingkar janji, berkhianat, korupsi dan mengambil hak-hak orang lain.
Baca juga: Ketika Seorang Sufi Berbisnis
Mohammad Natsir (Perdana Menteri Era Presiden Soekarno) mengatakan pendidikan berperan menghasilkan menusia jujur dan benar (bukan pribadi yang hipokrit). Proses pendidikan dikatakan berhasil ketika mampu menghasilkan manusia yang jujur dan benar.
Pertanyaan kemudian, bagaimana puasa mampu membentuk karakter manusia?
Puasa memiliki karakteristik berbeda dengan ibadah lainnya, sebut saja salat misalnya. Pahala salat sendirian (munfarid) adalah 1 pahala, itu pun kalau syarat dan rukunnya benar. Sedangkan salat berjamaah pahalanya 27 derajat.
Rasulullah Saw bersabda, “Salat berjamaah 27 derajat lebih utama daripada salat sendirian.” (HR. Malik, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i-At-Targhib). Selain itu pahala salat diperuntukan bagi pengamalnya.
Berbeda dengan pahala saum. Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw. bersabda, “Allah berfirman, Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Baca juga: Ketum LDTQN: Sesuaikan Program Di Era Pandemi Covid-19
Mengapa puasa dikhususkan? Al-Hafidz Ibnu Hajar ra menyebut 10 alasan (dari perkataan ulama) tentang kekhususan puasa. Ada dua alasan yang paling kuat. Pertama, puasa tidak terkena riya sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya.
Al-Qurtuby ra. berkata, “Ketika amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada Diri-Nya.”
Ibnu Al-Jauzi ra. berkata, “Semua ibadah terlihat amalannya. Sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya) berbeda dengan puasa.”
Kedua, maksud ungkapan ‘Aku yang akan membalasnya’ adalah pengetahuan tentang kadar pahala dan pelipatan kebaikannya hanya Allah yang mengetahuinya.
Al-Qurtuby ra berkata, “Artinya bahwa amalan-amalan telah terlihat kadar pahalanya untuk manusia. Bahwa ia akan dilipatgandakan dari sepuluh sampai tujuh ratus kali sampai sekehendak Allah kecuali puasa.”
Baca juga: 3 Cara Silaturahmi Saat Kamu Tidak Bisa Mudik
Maka Allah sendiri yang akan memberi pahala tanpa batasan. Hal ini dikuatkan periwayatan Muslim, 1151 dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallalam bersabda: “Semua amal Bani Adam akan dilipatgandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat.”
Allah Azza Wa Jallah berfirman, “Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya.” Yakni Aku akan memberikan pahala yang banyak tanpa menentukan kadarnya. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______