Peran Sufi dalam Kekaisaran Ottoman (bagian 1)

Kesuksesan yang ditorehkan oleh kekaisaran Ottoman, sehingga sampai pada satu titik emas (muhteşem yüzyil) pada tahun 1520, tidak lepas dari pengaruh spiritualitas yang kental, yang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat Ottoman.

Pengaruh itu lahir dari wali-wali yang secara terus menerus hadir mendampingi bangsa Turki, dari masa pembentukan, kejayaan bahkan di era Turki modern. Kehadiran wali-wali ini tercatat memberikan peran positif dan pengaruh luar biasa terhadap perjuangan yang dilakukan oleh bangsa Turki dari masa ke masa. Demikian tulis Ahmad Munji dalam artikel berjudul Menakar Peran Sufi dalam Berdirinya Kekaisaran Ottoman yang dikutip dari alif.id.

Mantan Ketua Tanfidziah PCINU Turki itu melihat kehadiran para wali menjadi faktor penting yang unik dan menarik dari berdirinya Ottoman. Kesultanan Ottoman atau Utsmaniyyah adalah kekaisaran Islam yang berdiri setelah runtuhnya Daulah Abbasiyah di Baghdad dan Daulah Seljuk di Konya.

Di masa pendirian Ottoman, sambungnya, kaum sufi ini hadir menjadi pelipur lara dan sumber inspirasi. Kekalahan daulah Seljuk dari infasi yang dilakukan oleh bangsa Mongol tidak bisa dipungkiri menurunkan semangat juang bangsa Turki yang bertugas sebagai pasukan perang Seljuk.

Baca juga: Syekh Sirri Saqathi Sufi Pengusaha yang Menyesali Ucapannya

Tetapi, kehadiran para sufi melaui gerakan tarekat yang berpusat di zawiyah, tekke dan hanaqah mampu membuat mereka bangkit dan lahir menjadi satu titik awal kebangkitan.

Para ulama tasawuf bergerak melakukan pendidikan rohani kepada masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai luhur ajaran tasawuf seperti optimisme (raja’), tapi waspada (khauf), persatuan (ukhuwah), mengutamakan kepentingan umum (itsar) dan memberikan dukungan kepada yang lemah (suhbah.

Penulis buku Sufi dan Ottoman ini memandang bahwa Bangsa Turki lahir dan tumbuh dalam asuhan para wali dan sufi. Pergerakan mereka berpusat pada tiga titik, masjid, madrasah dan tekke (padepokan sufi). Masjid sebagai pusat ibadah dan kegiatan keagamaan lain, madrasah sebagai pusat pendidikan agama dan ilmu pengetahuan, sementara tekke sebagai pusat pendidikan spiritual.

Nilai-nilai luhur yang diajarkan melalui majelis-majelis tarekat ini, lanjut Munji, pada gilirannya betul-betul memberikan dampak yang luar biasa terhadap pembangunan moral kepada seluruh lapisan masyarakat; masyarakat umum, tentara dan pemimpinnya.

Baca juga: Ibnu Mubarak Sufi Dermawan yang Melunasi Hutang Pemuda

Sebagai hasilnya, di tengah keruntuhan daulah Seljuk yang kalah oleh bangsa Mongol, tidak membuat mereka lemah dan meratapi keadaan, bahkan menjadi titik awal sebuah gerakan besar dari sebuah kelompok kecil (baylik) menjadi kekaisaran besar.

Perlu diketahui, bahwa di bawah daulah Seljuk, embrio Ottoman adalah sebuah kelompok kecil yang dikenal dengan “baylik”, pemimpinnya disebut dengan Bay. Dimulai dari Sulaiman Bey, Ertüğrül Bey, Osman Bey (1299-1326) dan Orhan bey (1326 – 1359). Setelah itu para pemimpin Ottoman selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan sultan yang dimulai dari sultan Murad I (1359-1389).

Ada banyak “baylik” yang eksis berjuang pada waktu itu, salah satu di antaranya adalah embrio Ottoman ini. Namun, setelah kekalahan daulah Seljuk dari mongol hanya tersisa Osman bay dan pengikutnya. Dan di bawah pimpinan Ertüğrül Bey embrio Ottoman mampu mengkonsolidasikan baylik yang lain menjadi sebuah kekuatan baru yang kelak disebut Ottoman.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi