Mengenang Muktamar XI, Menyongsong Muktamar XII JATMAN

Jakarta – Berthariqah di zaman sekarang ternyata tidak cukup hanya mengamalkan aurad-aurad dzikir thariqah semata, duduk tafakur di atas sajadah ba’da sholat, menyendiri dari keramaian hiruk pikuk kegiatan dunia, melepaskan diri dari kesibukan sosial dalam rangka usaha mendekatkan diri kepada Sang Mahapencipta sehingga tercipta kesalehan ritual.

Terkadang seabrek aktivitas yang menuju pada kesalehan ritual tersebut memancing orang-orang non thariqah memicingkan mata, memandang curiga, mengapa para pengamal thariqah sibuk dengan dirinya sendiri, tidak mau bersosiali-sasi?

Di era informasi, komunikasi dan teknologi (information, communication and technology, ICT) ini, para pengamal thariqah dituntut juga untuk mampu beradaptasi. Membangun jejaring sosial dalam rangka menyikapi perkembangan peradaban manusia yang serba cepat, melalui berbagai media yang mendukung terciptanya kesalehan sosial. Menepis anggapan miring orang-orang di luar sana, bahwa para penga-mal thariqah adalah kumpulan orang-orang antisosial.

Para pengamal thariqah (baca: Kaum Sufi) yang notabene para pencari kesucian jiwa sebenarnya orang-orang yang jiwa sosialnya sangat tinggi. Mereka lebih besar perhatiannya kepada umat manusia. Mereka adalah orang-orang yang jiwanya sudah tercerahkan sebagai manifestasi dari kedekatannya kepada Sang Mahadekat, Allah SWT.

Perhatikan sejarah kemerdekaan Republik tercinta ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk justru karena perjuangan mereka, para kaum sufi. Sebut saja salah satu contohnya peristiwa Perang Diponegoro (1825-1830). Dalam pertempuran itu, Pangeran Diponegoro disokong para kiai, haji dan kalangan pesantren. Dalam perjuangan yang dilakukan Diponegoro, Kyai Maja pun tampil sebagai pemimpin spiritual pemberontakan tersebut.

Untuk menarik dukukan dari pondok pesantren, tokoh agama dan pengikut tarekat, Pangeran Diponegoro menyebut pemberontakannya sebagai perang suci atau perang sabil.

Tak heran, jika kemudian para pengikut tarekat dan umat Islam lainnya, pada waktu itu meyakini pemberontakan Diponegoro itu sebagai perang suci untuk mengembalikan pemerintahan Islam di Jawa. Perang itu pun digaungkan Diponegoro untuk mengu-sir kolonial Belanda yang tak beriman dari tanah Jawa.

Dalam tasawuf, jumlah tarekat sangat banyak, tetapi kaum sufi mengelompokkan tarekat menjadi dua jenis, yaitu tarekat mu’tabar (thariqah yang mutashil (tersambung) sanadnya kepada Nabi Muhammad SAW), dan tarekat ghairu mu’tabar (thoriqoh yang munfashil (tidak tersambung) sanadnya kepada Nabi Muhammad.

Untuk menghindari penyimpangan sufisme dari garis lurus yang diletakkan para sufi terdahulu, maka Nahdlotul Ulama (NU) sebagai satu-satunya organisasi kemasyarakatan yang melestarikan nilai-nilai tradisi islami di Republik ini, meletakkan dasar-dasar tasawuf sesuai dengan khittah ahlissunnah waljamaah.

Dalam hal ini, NU membina keselarasan tasawuf Al-Ghazali dengan tauhid Asy’ariyyah dan Maturidiyyah, serta hukum fikih sesuai dengan salah satu dari empat mazhab sunni. Dalam kerangka inilah, Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN) dibentuk, yaitu untuk memberikan sebuah rambu-rambu kepada masyarakat tentang tarekat yang mu’tabar dan ghairu mu’tabar.

Dari segi organisasi, JATMAN secara de facto berdiri pada bulan Rajab 1399 H, bertepatan dengan Juni 1979 M. Tetapi, sebelum terbentuk JATMAN, bibit organisasi tersebut telah lahir, yaitu Jam’iyyah Thariqah Al-Mu’tabarah. Kelahiran Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah tidak dapat dilepaskan dari Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-26 di Semarang.

Jam’iyyah Thariqah AI Mu’tabarah didirikan oleh beberapa tokoh NU, antara lain KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, Dr KH ldham Chalid, KH Masykur serta KH Muslih. Dengan tujuan awal untuk mengusahakan berlakunya syar’iat Islam dhahir-batin dengan berhaluan ahlussunnah wal jamaah yang berpegang salah satu dari mazhab empat, mempergiat dan meningkatkan amal saleh dhahir-batin menurut ajaran ulama saleh dengan bay’ah shohihah; serta mengadakan dan menyelenggarakan pengajian khususi/tawajjuhan (majalasatudzzikri dan nasril ulumunafi’ah).

Jam’iyyah Thariqah Al Mu’tabarah pertama kali melakukan muktamar pada tanggal 20 Rajab 1377 atau bertepatan dengan 10 Oktober 1957 di Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang. Muktamar pertama diprakarsai oleh beberapa ulama dari Magelang dan sekitarnya, seperti KH Chudlori, KH Dalhar, KH Siradj, serta KH Hamid Kajoran. Pada muktamar pertama mengamanatkan kepada KH Muslih Abdurrahman dari Mranggen, Demak, sebagai Rais Aam.

Dihadiri oleh peserta para pengamal tarekat dari berbagai kota dan daerah.

Pada 11-14 Januari 2012, JATMAN yang dikomandani Rois Aam Idaroh Aliyah Habib Lutfi bin Ali bin Yahya Peka-longan menggelar Muktamar XI di Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah Desa Sidomoro Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang Jawa Timur.

Hadir dalam acara pembukaan, Presiden Republik Indonesia, Bapak DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono serta jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II. Hadir pula jajaran Pengurus Besar Nahdlotul Ulama yang diketuai oleh KH. Said Agil Siraj. Turut hadir para Mursyid dan Masyaikh Thariqah dari dalam dan luar negeri.

Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya (TQN Suryalaya) yang Mursyidnya Pangersa Abah Anom (Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin, ra) secara kelembagaan tidak secara resmi mengirimkan utusannya pada muktamar ini, namun murid-murid Pangersa Abah Anom di daerah-daerah yang menjadi pengurus JATMAN di berbagai idaroh (Syu’biyah dan Wustho) hadir menjadi peserta, diantaranya KH. Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab (anggota Majlis Ifta Idaroh Wustho Jawa Barat), KH. Ahmad Jauhari (Rois Aam Idaroh Wustho DKI Jakarta) serta utusan-utusan dari Idaroh Syu’biyah yang di dalamnya banyak ikhwan TQN Suryalaya seperti Idaroh Syu’biyah Jakarta Timur, Sukabumi, Kab. Bogor, DI Yogyakarta, Lumajang dan lain-lain.

Hadir pula KH. Wahfiudin, SE, MBA dan salah satu stafnya yang mendapatkan Undangan Khusus dari Idaroh Aliyah.

Hadirnya Ikhwan TQN suryalaya dalam Muktamar JATMAN adalah realisasi kepedulian sosial, bersinerji dengan ikhwan tarekat lain yang tergabung dalam JATMAN guna kemaslahatan umat dan membangun karakter bangsa yang didasari oleh sikap IHSAN sehingga terwujud keadilan, kemakmuran dan perdamaian dunia.

Sebagaimana tema yang diusung dalam Muktamar XI JATMAN: “Dengan Thariqah kita perkokoh persatuan, kebersamaan umat dan bangsa untuk perdamaian, keadilan dan kesejahteraan dunia”.

Penulis: Handri


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi