Keluarga dan Keturunan Abah Sepuh

Abah sepuh tercatat dilahirkan pada tahun 1836 di kampung Cicalung, Bojongbentang, Kecamatan Tarikolot (Sekarang kampung Cicalung termasuk desa Tanjungsari Kecamatan Pagerageung).

Beliau terlahir dengan nama Abdullah Mubarok dari ibu Emah dan ayah Raden Nurmuhammad, alias Nurapraja alias Eyang Upas. Saudara kandungnya ada 5 orang: KH. Moh. Hasan, Eyang Alkiyah, H. Azhuri dan K. Zenal. Saudaranya yang sebapak ada enam orang: KH. Oleh, Eyang Ita, H. Nur, Karsih, Nurhamad dan Muhari.

Raden Nur Muhammad, sang ayah, termasuk seorang yang mempunyai kedudukan sosial ekonomi terpandang dari desa Cisero sampai ke daerah Kecamatan Tarikolot. Pertama-tama, karena beliau mempunyai akhlak yang tak tercela di mata masyarakat. Di samping itu, karena beliau memegang jabatan upas (petugas keamanan) di tingkat kecamatan. Lagi pula keluarga ini memiliki tanah yang luas serta jumlah anggota famili yang banyak.

Abdullah Mubarok dalam proses selanjutnya terkenal dengan beberapa nama julukan, seperti Ajengan Godebag, Kiai Godebag, Syekh Mubarok dan Abah Sepuh. Nama dan julukan-julukannya itu dipakai secara bergantian dalam naskah ini.

Baca juga: Jawaban Abah Sepuh Saat Ditanya Anaknya

Sejak masa anak, Abdullah Mubarok mendapat pelajaran agama dari orang tuanya sendiri. Ia juga sempat dibesarkan dalam lingkungan keluarga uaknya, bernama K. Jangkung di Kampung Cicalung juga.

Tidak ada informasi mengenai hal-hal yang sangat istimewa pada Abdullah Mubarok kecil. Hanya diketahui bahwa ia mempunyai kegemaran belajar. Pada usia anak itu ia suka belajar ngaji Kitab Al Qur’an, belajar shalat dan dasar-dasar ilmu agama, termasuk Ushuluddin dan Fiqh, dari orang tuanya sendiri. Sejalan dengan itu, ia pun suka belajar praktek shalat fardhu secara berjamaah, dan shalat sunnat atau membaca kalimah-kalimah pujian kepada Allah Swt dan shalawat bagi Muhammad Rasulullah Saw.

Ternyata bukan belajar ilmu dan soal agama saja yang digemarinya sejak usia anak hingga usia mudanya. Ia pun gemar belajar memasyarakat, khususnya dalam rangka membantu orang tua, atau famili, atau anggota masyarakat sekampung dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sejalan dengan yang terakhir ini, Abdullah Mubarok muda gemar belajar bercocok tanam, bertani, belajar menjala ikan, belajar menyumpit burung, belajar menangkap binatang buruan.

Dari sikap dan perilakunya dapat diketahui bahwa sejak kecil Abdullah Mubarok memang telah menunjukkan suatu tingkat kemampuan belajar yang tinggi dan bersungguh sungguh. Hasil belajarnya diterapkan dengan jujur dan berdisiplin. Ada kemauan hidup yang kuat, ada kesiapan disiplin diri, ada orientasi kerja sama dan pengabdian kepada dunia luar atau masyarakat. Jika ditelaah, ia memiliki semangat thalabul ‘ilmi dan riyadhah ‘amaliyyah yang kuat.

Baca juga: Ki Hirup Khutbah Fenomenal Karya Abah Sepuh

Setelah menginjak usia baligh, pemuda Abdullah Mubarok dikirim oleh orang tuanya untuk ngaji dan mesantren, antara lain ke pesantren Sukamiskin, Kabupaten Bandung. Di sini yang dipelajarinya terutama ilmu Fiqh dan ilmu-ilmu alat. Dalam perjalanan hidupnya yang makin dewasa, ia makin lebih tertarik untuk mempelajari ilmu tasawuf dan thariqat. Bidang thariqatlah yang akhirnya menjadi pilihan khususiyyah-nya (spesialisasinya).

Bidang spesialisasi dalam TQN beliau tekuni pada guru-gurunya, antara lain Syekh Thalhah di Desa Kalisapu (kampung Kholwat) dan di kampung Trusmi wilayah Cirebon, dan kedua Syekh Kholil di Madura. Kedua guru itu dikenal sebagai guru TQN besar pada zamannya.

Tatkala mencapai usia dewasa, Abdullah Mubarok pun memasuki jenjang perkawinan dan rumah tangga dengan membina mawaddah wa rohmah. Sesuai taqdir Ilahi Rabbi, Kiai Mubarok selama hayatnya pernah memilih lima orang wanita sebagai istrinya berturut-turur: Ny. Jubaedah dari Tasikmalaya, Ny. Mulki dari Tasikmalaya, Ny. St. Juhriyyah dari Ciawi, Ny. Enok dari Ciawi, H. Uneh dari Garut.

Baca juga: Abah Sepuh

Pernikahan beliau bersifat monogami, artinya beliau mengambil istri yang kedua dan selanjutnya karena yang pertama atau sebelumnya wafat mendahuluinya. Dari lima orang istrinya itu oleh Allah Swt beliau dikaruniai sepuluh orang anak: Ny. St. Sufiyah (dari istri ke-1), Ny. St. Sukanah. Muh. Malik, H.A. Dahlan. H. Sa’adah, KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin alias Abah Anom, Ny. Wasi’ah, Ny. Didah Rosidah, H. Yuyu Juhriyyah, (dari istri ke-3), KH. Noor Anom Mubarok (dari istri ke-4). Jadi dari istrinya yang ke-2 dan ke-5 tidak ada keturunan.

Dikutip dari tulisan “Abah Sepuh dan Pembentukan TQN Pondok Pesantren Suryalaya oleh: Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, SH., MPA.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi