Hakikat Berqurban Menurut Pangersa Abah Anom
KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin qs menjelaskan bagaimana hakikat qurban yang sebenarnya
Bahkan manusia bisa dinilai lebih buruk keadaannya dari binatang tatkala tidak memanfaatkan potensi yang Allah anugerahkan padanya.
Dan sungguh, telah Kami ciptakan isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. [Surah Al-Aʿrāf: 179]
Dalam wejangan tersebut, Pangersa Abah Anom mengingatkan kepada para murid bahwa manusia sangat potensial berperilaku seperti hewan. Ini menuntut kita untuk mengenali sifat sifat hewan yang ada dalam diri, dan berupaya untuk membersihkan dan menghilangkannya. Tanpa kita menyadari hal itu, maka amat sulit diri kita untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, sebagaimana diungkapkan dalam riwayat berikut,
Siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia orang yang beruntung, dan siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dia tergolong orang yang merugi, dan siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia orang yang celaka.
Lalu sifat hewan seperti apa yang perlu dihilangkan? Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa pada diri manusia terkumpul empat sifat, yakni sabu’iyah, bahimiyah, syaithaniyah, dan rabbaniyah.
Jika seseorang didominasi oleh kemarahan, permusuhan, kebencian, serta senang menyerang orang lain baik secara fisik (pukulan) serta melalui lisan dengan cacian dan makian, maka dia sedang mempraktikkan sifat sabu’iyah atau hewan buas.
Lalu jika dia dikuasai oleh syahwat berupa rakus dan gemar makan-minum, kikir, tingginya syahwat untuk melakukan seks dan yang semisalnya maka dia sedang menirukan tingkah hewan (bahimiyah).
Berikutnya apabila syahwat (sifat bahimiyah) dan ghadab (sifat sabu’iyah) berkongsi kemudian ia menjadi jahat, sehingga dalam mencapai tujuannya ia gunakan cara-cara licik, penuh tipu daya, dan kecurangan, bahkan ia menunjukkan kejahatan dalam bentuk kebaikan maka hal ini termasuk akhlaknya setan (syaithaniyah).
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______

