Filsafat Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah perjalanan hidup bermakna, tenang, dan tangguh dalam diri sendiri

Kebahagiaan. Kata ini begitu sering kita dengar, begitu gencar kita cari, namun seringkali begitu sulit kita genggam. Sejak zaman Yunani kuno, para pemikir dan filsuf telah berupaya menguraikan misteri di baliknya.

Apakah kebahagiaan itu sebuah tujuan akhir, sebuah emosi sesaat, ataukah sebuah perjalanan tanpa henti? Memahami filsafat kebahagiaan bukan sekadar mencari definisi, melainkan menelusuri peta jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna.

Bagi Aristoteles, kebahagiaan (eudaimonia) bukanlah kesenangan semata, melainkan hasil dari hidup yang dijalani dengan kebajikan. Ini tentang mengembangkan potensi diri secara penuh, bertindak sesuai dengan akal sehat, dan berkontribusi pada kebaikan bersama.

Kebahagiaan bukanlah hadiah yang jatuh dari langit, melainkan hasil dari usaha dan praktik yang berkelanjutan. Seseorang yang dermawan, adil, dan berani, niscaya akan merasakan kepuasan batin yang mendalam. Kebahagiaan sejati, menurutnya, ada pada aktivitas jiwa yang selaras dengan kebajikan.

Baca juga: Etika Aristoteles, Menggapai Kebahagiaan melalui Keutamaan

Namun, pandangan lain muncul. Kaum Epikurean, misalnya, melihat kebahagiaan sebagai ketiadaan rasa sakit dan ketakutan, atau yang mereka sebut ataraxia. Mereka tidak menganjurkan hedonisme liar, melainkan pencarian kesenangan yang moderat dan cerdas, yang menjauhkan diri dari gejolak emosi dan keinginan berlebihan.

Bagi mereka, kebahagiaan bisa ditemukan dalam persahabatan, refleksi diri, dan menikmati hal-hal sederhana dalam hidup. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya membatasi keinginan dan menemukan kedamaian dalam kesederhanaan.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi