Dosa Lahir dan Batin

Allah Swt memerintahkan hamba-nya agar meninggalkan aneka dosa, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun yang terang-terangan.

وَذَرُوْا ظَاهِرَ الْاِثْمِ وَبَاطِنَهٗ

Dan tinggalkanlah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi. (Al An’am: 120).

Perintah untuk meninggalkan maksiat ini mencakup secara keseluruhan, bukan hanya maksiat yang tersembunyi dan terang-terangan, juga maksiat yang dilakukan oleh panca indra atau pun maksiat oleh qalbu. Baik itu sedikit atau pun banyak, singkatnya dosa lahir maupun batin.

Karena tidak ada yang luput dari Allah Swt sesuatu apapun, baik yang tampak secara dzahir maupun yang tersembunyi secara batin. Dan beliau akan memberi balasan sesuai apa yang dikerjakan oleh manusia.

Untuk meninggalkan maksiat, secara syariat perlu diketahui apa yang menjadi larangan dan perintah-Nya. Rasul Saw memberi gambaran bahwa dosa itu membuat qalbu tidak tenang dan dada tidak lapang, ada keraguan dan rasa takut terjumus dalam dosa. Baca juga: Ujian Bisa Menghapus Dosa

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

“Kebaikan itu baiknya akhlak, dan dosa itu apa yang membuat ragu (bimbang) di dalam dada dan kamu tidak suka hal itu diketahui orang. (HR. Muslim).

Dosa juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh buruk pada qalbu, mengotorinya atau menghasilkan ragu di dalam qalbu. Dan dia tidak ingin menampakkannya karena hal itu buruk.

Karena secara tabiat orang ingin menunjukkan kepada orang lain itu sesuatu yang baik. Jika tidak suka untuk ditampakkan, maka bisa jadi hal itu tidak masuk dalam kategori yang diizinkan oleh syariat, atau tidak termasuk perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Karena dia mengetahui tidak ada kebaikan di dalamnya, maka itulah dosa sehingga enggan untuk ditampilkan. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa dosa dan kebaikan menghasilkan kondisi qalbu yang saling bertolak belakang. Baca juga: Kaum Sufi Mewarisi Batiniah Nabi

الْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالْإِثْمُ مَا لَمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلَمْ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَإِنْ أَفْتَاكَ الْمُفْتُونَ

Kebaikan adalah apa yang membuat jiwa menjadi tenteram dan menenangkan qalbu, dan dosa ialah sesuatu yang tidak menenteramkan jiwa dan tidak menenangkan qalbu, meskipun orang-orang berulang kali memberi fatwa padamu (HR. Ahmad).

Dengan begitu, bukan hanya penting untuk mengetahui ketentuan hukum syariat menyangkut perbuatan yang bersifat lahiriah, perlu juga kepekaan rasa untuk mendeteksi maksiat yang dilakukan oleh qalbu. Sebab ada tugas keagamaan (taklif) menyangkut hukum yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Di sinilah urgensi berfiqih dan bertasawuf ditemukan, yakni di antaranya untuk menghindari dosa lahir dan batin.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi