Tahun 1991 hingga 1992, saya melakukan penelitian di Pondok Pesantren Suryalaya. Saya dipersilakan oleh Abah Anom untuk melakukan pengamatan dan berada di madrasah (rumah kediaman yang berfungsi sekaligus untuk menerima tamu, melakukan kegiatan pembelajaran dzikir jahar dan dzikir khafi (talqin dzikir), dan shalat serta dzikir berjamaah).
Saya mencermati bagaimana Abah Anom menerima tamu, menghormati tamu, berbicara dengan tamu, mempersilakan tamunya menikmati makanan, dan mengantarkan tamu saat tamu berpamitan.
“Abah Anom itu luar biasa. Sebagai pimpinan pontren saya susah mengikutinya. Ia selalu menyapa tamu dengan gelaran yang menyenangkan. “Cep”, “Neng”, “Eulis”, “Ucu”, “Bageur” kata-kata itu disampaikan dengan lemah lembut yang membuat tamu merasa nyaman,” kata Kang Ate, Ajengan Cilendek, Tasikmalaya.
Baca juga: Ini Bahayanya Orang Lalai Berdzikir Menurut Abah Anom
“Hal lain yang saya tidak pernah temukan di sosok lainnya, adalah Abah Anom itu mau melayani sendiri tamunya saat makan. Abah yang mengambilkan piring. Abah yang ambilkan sendok dan garpu. Abah mengambilkan nasi. Abah bertanya kepada tamunya lauk pauk apa yg disukai dan mengambilkannya. Abah mempersilakan tamu menikmati makanan, dan Abah menemani tamunya menikmati makanan,” kata Ajengan Cilendek menambahkan.
Hal yang terlihat sederhana dan sepele kelihatannya. Akan tetapi sungguh tidak mudah untuk melakukan dua hal bersamaan. Mampu melakukan “menyapa dengan sapaan yang baik dengan cara yang baik” dan “melayani tamu dalam menyajikan makanan dengan penuh ketulusan” sungguh tidaklah mudah.
Diperlukan kerendahan hati, kelembutan hati, memandang tamu adalah bukan hanya sebagai sesama manusia juga lebih-lebih sebagai makhluk yang perlu dimuliakan karena telah dimuliakan Sang Pencipta.
Teringat dalam hadis Qudsi yang dikumpulkan oleh Ibn Arabi, Allah berfirman kepada hambanya:
“Wahai hambaku, Aku lapar, dan engkau tidak memberiku makan”
“Bagaimana mungkin, Ya Allah, Engkau adalah Pencipta Langit dan Bumi, Engkau tak mungkin lapar”
“Hambaku, Si Fulan itu lapar. Bila engkau memberinya makan, engkau merasakan kehadiranku di sana”
Baca juga: Abah Anom dan Kanak-kanak
Teringat pula saat Almarhum Kang Ajengan Memed dari Pesantren As Salafiyah Lio Dungusiku Garut, tahun 1980 usai menjelaskan hadis “Tanda Orang Beriman adalah Memuliakan Tamu” ia berkata, “Sep, di antara makna kata Ajengan yang tidak mudah untuk melakukannya adalah ‘Mengajak Makan’.” Kalimat itu menjadi sedemikian nyata, observable saat berada bersama Abah Anom.
Pun Sapun Ampun Paralun
Penulis: Asep Haerul Gani, Psi
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______