Menurut Syekh Abdul Qadir Al Jilani, talqin dzikir merupakan alat untuk memangkas apa pun selain Allah dari qalbu yang mentalqin. Sehingga nantinya di dalam qalbu orang yang ditalqin itu hanyalah Allah tiada yang lain.
Jika taubat secara umum ialah kembali dari maksiat menuju taat, dari buruk ke baik. Maka taubat secara khusus, menurut Sulthanul Auliya’ ialah upaya -setelah taubat tadi itu- untuk meninggalkan apapun selain Allah, merasa harmoni dengan-Nya, serta melihat-Nya secara Ainul Yaqin (Musyahadah).
Talqin adalah ajaran Islam yang diajarkan dan dipraktekkan langsung oleh Rasulullah Saw yang kemudian di lanjutkan oleh para sahabat, tabiin, dan berlangsung hingga hari ini.
Nabi bersabda, talqinkanlah orang yang mau meninggal kalimat laa ilaaha illaa Allah. (Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah).
Dalam Al Minhaj Syarah Shahih Muslim dijelaskan bahwa talqin ini gunanya untuk mengingatkan – mereka yang ajalnya akan tiba atau sakratulmaut – agar akhir ucapannya adalah laa ilaaha illaa Allah.
Karena nabi Muhammad Saw bersabda:
Siapa yang akhir kalamnya laa ilaaha illaa Allah masuk surga (HR. Abu Dawud).
Tidaklah seseorang meninggal sambil bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan bahwa aku (nabi Muhammad) adalah utusan Allah, yang muncul dari qalbu yang yakin melainkan Allah akan mengampuni dosanya. (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Imam Nawawi menilai bahwa perintah talqin ini merupakan hal yang dianjurkan dalam agama (mandub) dan para ulama telah bersepakat perihal talqin tersebut.
Namun para ulama menilai makruh jika talqin dilakukan terlalu banyak secara terus menerus. Agar yang ditalqin tidak jemu dan letih karena kondisinya sedang kritis, susah atau pun nyeri. Karena talqin -yang berlebihan- dikhawatirkan bisa menimbulkan kebencian dalam hatinya sehingga dia akan berbicara dengan cara atau ucapan yang tidak pantas.
Maka kalau dia sudah mengucapkan (laa ilaaha illaa Allah) sekali, talqin tidak perlu diulang, kecuali dia bicara dengan hal lainnya. Maka talqin bisa diulang agar kalimat akhir hayatnya ialah laa ilaaha illa Allah.
Hadis ini juga mencakup penjelasan agar ada yang hadir di sisi mereka yang sekarat untuk mengingatkannya (tadzkir) dan memberi ketenangan serta menghilangkan ketakutan (ta’nis), menutup kedua matanya ketika ajal tiba serta memenuhi hak-haknya (mengurus jenazahnya). Ini yang disepakati para ulama.
Dari apa yang terurai di atas terlihat jelas, bahwa pertama, talqin adalah ajaran Islam yang amat penting yang disepakati oleh para ulama.
Kedua, tujuan dari talqin ini adalah agar mereka yang mendekati ajal di akhir hayatnya melafalkan laa ilaaha illaa Allah. Karena ucapan terakhir seseorang yang dalam sakratul maut bisa menentukan tempatnya di akhirat nanti. Dari sini, mereka yang akhir hayatnya berucap laa ilaaha illaa Allah bisa dinilai husnul khatimah.
Nabi Saw bersabda,
Nilai amal seseorang ditentukan oleh akhirnya. (HR. Bukhari).
Ketiga, talqin yang dianjurkan untuk dibacakan di sisi mereka yang sedang didatangi kematian ialah jangan sampai menyulitkan atau melelahkan atau membuatnya jenuh sehingga justru berucap hal yang tidak pantas di akhir hayatnya.
Itulah mengapa sejak dini qalbu semestinya sudah ditanamkan dzikir dan terlatih untuk mengingat Allah Swt. Sehingga tidak menemui kesulitan saat menghadapi kematian.
Keempat, hadis menyangkut talqin ini juga mencakup agar kita memberi perhatian kepada saudara kita yang akan meninggal. Baik membantunya dalam menghadapi sakratul maut maupun mengurus jenazahnya demi memenuhi hak-haknya.
Setan Datang Jelang Kematian
Saat sakratul maut adalah saat yang rawan. Itu sebabnya nabi Saw mengajarkan kita agar memohon perlindungan kepada Allah Swt dari setan yang bisa menggelincirkan di saat kematian.
Aku memohon perlindungan kepada-Mu agar tidak disesatkan setan saat kematian (HR. Abu Dawud).
Dalam syarah Sunan Abi Dawud, diperoleh keterangan bahwa iblis dan setan bisa merusak akal dan agama seseorang jelang kematian. Ketika manusia akan berpisah dengan dunia, setan bisa menggodanya dengan menyesatkannya, menghalanginya bertobat, tidak memperbaiki urusannya, merasa putus asa dari rahmat Allah, membenci kematian, menyesali kehidupan dunia dan tidak ridha dengan ketetapan Allah (qadha-Nya) untuk pindah ke akhirat, sehingga dia mati dalam keadaan su’ul khatimah.
Maka di sinilah bisa kita temukan urgensi dari talqin. Betapa pentingnya mengingat Allah kapan saja terutama jelang kematian di tengah godaan setan.
Oleh karenanya talqin dalam hadis di atas, jangan hanya dimaknai talqin jelang detik-detik kematian. Karena setiap manusia pasti merasakan kematian, dan kematian bisa datang kapan dan di mana saja.
Ajal bisa datang setiap saat pada mereka yang sakit dan sehat, siang atau pun malam, saat sendirian atau pun ramai. Sehingga amat dimungkinkan seseorang meninggal belum sempat ditalqin, akhirnya lalai dari mengingat Allah dan mati dalam keadaan yang su’ul khatimah, wal ‘iyadzu billah.
Lihat saja mereka yang meninggal di rumah sakit karena covid 19, bisa jadi tanpa ada satu pun keluarga yang menemaninya. Sudah lebih dari 40 ribu orang yang meninggal karena covid 19 atau kasus lainnya.
Pertanyaannya siapa yang mentalqin mereka? Apakah akhir hayatnya husnul khatimah? Kalimat apa yang diucapkan jelang ajalnya? Apakah laa ilaha illaa Allah atu yang lain, wallahu a’lam.
Menyangkut hal tersebut, hadis mengenai talqin ini dimaknai pula agar mereka yang masih sehat segar bugar mendapatkan talqin dzikir. Sebagaimana Rasulullah Saw telah menalqin para sahabat yang masih sehat.
Maka dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, sahabat bertanya menyangkut talqin bagi mereka yang masih hidup (bukan bagi mereka yang sakratulmaut).
Wahai rasulullah bagaimana dengan (talqin) yang hidup? Nabi menjawab: itu lebih baik, lebih baik. (HR. Ibnu Majah).
Dengan demikian, di tengah situasi covid 19 yang bisa mengancam dengan kematian, kampanye talqin kepada mereka yang saat ini sedang sehat menemukan momen untuk digalakkan.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______