Istilah masyarakat modern meliputi dua unsur kata, yaitu masyarakat dan modern. Masyarakat adalah himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan dan aturan. Sedangkan modern memiliki arti new, yang baru, secara baru atau mutakhir.
Masyarakat modern dapat diartikan sebagai suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan dan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Sebagian masyarakat telah menduduki sebuah tatanan masyarakat sekuler. Pada masyarakat sekuler, umumnya hubungan antar masyarakat terjadi atas dasar prinsip-prinsip fungsional pragmatis. Mereka merasa bebas dan lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia metafisika.
Kehidupan masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidup.
Kegelisahan masyarakat modern antara lain disebabkan oleh perasaan takut kehilangan apa yang dia miliki. Timbulnya rasa takut akan masa depan yang tidak disukai. Merasa kecewa terhadap apa yang dia peroleh untuk kebutuhan, harapan dan kepuasan spiritual. Serta karena banyak melakukan pelanggaran dan dosa.
Dalam kiprahnya, tasawuf tidak berhenti bekerja dengan pendidikan kerohanian, disiplin tinggi, dan memajukan perniagaan yang menarik orang-orang ke dalam pahamnya.
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf ayat 53).
Tasawuf menanamkan disiplin tinggi dan aktif dalam medan perjuangan hidup, baik sosial, politik, dan ekonomi. Pengikutnya dilatih dengan menggunakan senjata ekonomi (berbisnis dan bertani).
Gerakannya berada pada perjuangan dan pembaruan. Programnya lebih berada dalam batasan positivisme moral dan kesejahteraan sosial dari pada “terkungkung” dalam batasan-batasan spiritual keakhiratan.
Pada tulisan ini, pembicaraan mengenai peran akhlak tasawuf terhadap masyarakat modern, saya merujuk kepada sebuah aliran Thariqat Qadiriyah yang mengajarkan tentang tingkatan kesucian manusia (al-ahwal). Sebuah ajaran yang didisiplinkan oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani terhadap penyucian diri dari nafsu dunia.
Tobat, menurut Ibnu Abbas r.a. “taubat nasuha adalah penyesalan dalam hati, permohonan ampun dengan lisan, meninggalkan (maksiat) dengan anggota badan, dan berniat tidak mengulanginya lagi.
Menurut Syekh Abdul Qadir, jenis taubat ada dua yaitu: taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia dan taubat yang berkaitan dengan hak sang pencipta.
Wara’, menghindari diri dari sesuatu yang syubhat atau hal yang tidak jelas.
Zuhud, secara bahasa adalah zahada fihi wa zahada anhu dan zahadan yaitu berpaling darinya dan meninggalkan karena menganggap hina atau menjauhinya karena dosa.
Dua zuhud menurut Syekh Abdul Qadir: Zuhud Hakiki yaitu mengeluarkan dunia dari dalam hatinya dan Zuhud Suwari, menolak rezeki dari Allah namun diambil dan digunakan dalam konteks bertaqwa kepada Allah.
Tawakal memiliki makna berserah diri. Salah satu sifat mulia yang harus ada pada ahlussuffah, jika ia telah benar-benar mengenal tuhannya melalui maqam ma’rifat yang telah dicapainnya.
Syukur, merupakan ungkapan rasa terima kasih atas nikmat yang diterima dari Allah Swt. Ada tiga jenis syukur menurut Syekh Abdul Qadir yaitu, Bil lisan (mengakui adanya nikmat dan merasa tenang dengan cara kerendahan hati dan ketundukan). Bil fi’li (dengan perbuatan anggota badan, mengabdi dan melaksanakan sepenuhnya perintah Allah). Bi qalbi (senantiasa menjaga hak Allah yang wajib dikerjakan dan dilarangnya).
Sabar artinya mencegah dan menghalangi. Secara istilah yaitu menahan diri untuk berkeluh kesah, menahan lisan untuk merintih, tidak mengeluh karena sakitnya musibah yang menimpa kita, kecuali mengeluh kepada Allah.
Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya’ ayat 83).
Ridha merupakan kebahagiaan hati dalam menerima ketetapan (takdir) dengan berserah diri dan pasrah tanpa menunjukan pertentangan terhadap apa yang dilakukan.
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ
Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal. (QS. At-Taubah ayat 21).
Jujur secara bahasa artinya menetapkan hukum sesuai dengan kenyataan. Menurut Syekh Abdul Qadir, jujur ialah mengatakan yang benar dalam kondisi apapun baik menguntungkan atau tidak menguntungkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. At-Taubah ayat 119).
Kejujuran merupakan derajat kesempurnaan manusia tertinggi dan juga jalan yang paling mulus. Dengan jujur kita dapat membedakan orang yang munafik dengan orang yang beriman.
Tentu peran tasawuf dalam kehidupan akan menyelamatkan seseorang dari gelapnya dunia dan meningkatkan kualitas spiritual.
Dengan tatanan tasawuf dalam diri, akan menyeimbangkan keadaan seseorang dalam menghadapi kemajuan zaman, perubahan zaman, dan lainnya.
Penulis:
Muhammad Alvi Syafi’i
Jurusan Studi Agama UIN Walisongo Semarang
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______