MUI Soroti Pentingnya Pengarusutamaan Washatiyah Islam

Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Dewan Pusat MUI menyelenggarakan Webinar Internasional pada Sabtu (26/06/2021).

Berdasarkan pers rilis dari komisi Infokom MUI, webinar ini bertemakan “Konsep Islam Wastahiyyah: Nilai, Prinsip, Indikator dan penjelasannya”, dengan mengundang para pakar dan ulama baik dari dalam negeri, maupun dari luar negeri.

Webinar yang digelar sejak pukul 19.30 hingga 22.00 WIB ini dalam upaya mendiseminasikan lebih luas dan mempromosikan konsep “Islam Wasathiyyah”.

Menghadirkan Prof. Fazal Ghani Kakar Founder NUA and member of the Shura Committee of NUA and Head of NEDCO Afghanisan, Syaikh Dr. Aziz Al-Kubaity al-Idrisi al-Hasani (Maroko), Prof. Sekar Ayu Aryani guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Prof. Masykuri Abdillah guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam sambutannya, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan program wasathiyah Islam sangat penting. Terutama dalam upaya mencegah radikalisme dan intoleran di tengah berkembangnya ekstremisme dalam memahami ajaran agama (al-tatharruf fi al-tadayyun).

Baca juga: Ketika Nabi Mengkritik Sahabat Yang Ibadahnya Ekstrem

Menurut dosen FAH Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam ini, sikap ekstrem dalam beragama ini telah dirasakan semakin mengkhawatirkan terutama karena telah mengoyak ukhuwah dan persatuan baik antarumat beragama, maupun di internal umat Islam.

“Peristiwa pembunuhan yang terjadi di London, Kanada, yang menewaskan keluarga Muslim adalah contoh nyata bentuk Islamofobia yang sangat mengkhawatirkan. Kita semua mengutuk keras cara-cara ekstrem seperti itu,” ungkapnya dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (30/6).

Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memiliki peran, tugas, dan tanggungjawab yang cukup besar untuk menghadang berkembangnya ekstremisme beragama ini termasuk di dalamnya adalah sikap Islamofobia tersebut.

Caranya dengan mengarusutamakan pandangan dan nilai-nilai moderasi beragama, khususnya yang terdapat dalam ajaran Islam Moderat (Wasathiyyah al-Islam).

Sementara, Ketua Pendiri NU Afghanistan, Prof. Fazal Ghani Kakar, menyatakan tujuan agama semuanya menolak logika radikalisme. Dan karakteristik utama moderasi tidak memihak melainkan bersikap secara adil dengan tidak ekstrem dalam bersikap.

“Afghanistan perlu untuk lebih memahami tentang moderasi Islam dalam upaya menangkal radikalisme dan kami telah belajar banyak tentang moderasi dari Nahdlatul Ulama (NU),” ujarnya lebih lanjut.

Direktur The International Academic Centre of Sufi and Aesthetic Studies (IACSAS) Fes, Maroko, Syekh Dr. Aziz Al Kubaity al Idrisi Al Hasani menjelaskan bahwa Indonesia dan Maroko memiliki kesamaan dalam tiga hal. Yaitu, adanya kecintaaan terhadap ahlul bait, mengikuti tasawwuf, dan pemuliaan terhada para wali dan orang-orang saleh.

Baca juga: Beragama Itu Mudah Jangan Persulit Diri

Penulis Islamic Sufism in the West itu juga menyebut salah satu wali songo, Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik adalah ulama Maroko dan persamaan lain antara kedua negara adalah adanya keberagaamaan yang moderat.

Prof. Masykuri Abdillah, guru besar Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah dalam paparannya menegaskan bahwa Islam hadir ke alam dunia ini membawa misi Islam yang rahmatan lil alamin.

“Meski demikian, dalam perjalanannya, Islam juga diwarnai dengan sikap-sikap dan tindakan berlebihan (ghuluw) dan ekstrem (tatharruf) baik dalam konteks akidah, ibadah, maupun dalam kehidupan masyarakat dan negara,” ungkap mantan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mengimbangi sikap ekstrem tersebut, umat Islam harus senantiasa mengarusutamakan nilai-nilai Islam moderat (wasathiyyah, tawassuth, dan i’tidal), sebagai bagian utama dari misi Islam sebagai rahmatan lil alamin, baik dalam kehidupan beragama maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Selain itu, Prof Masykuri menyebut Wakil Presiden Prof. KH. Ma’ruf Amin juga telah meminta Bappenas agar memasukan moderasi beragama ke dalam rencana pembangunan jangka pendek dan jangka panjang.

Prof. Sekar Ayu Ariyani mengupas tentang Islam wasatiyah dalam perspektif kajian ilmu. Islam wasatiyah dapat diwujudkan dengan kajian ilmu dengan tetap menanamkan sikap terbuka dan kritis. Islam yang moderat adalah Islam yang rahmatan lil alamin.

Menurut guru besar UIN Sunan Kalijaga, pluralisme harus diterjemahkan secara bijak, penafsiran pluralisme yang menganggap semua agama sama adalah tafsiran yang berlebihan padahal tidak demikian.

“Kita menampilkan agama kita dalam konteks agama lain atau dengan mempertimbangkan agama lain, kita mengapresiasi agama lain, kita menyadari bahwa kita tidak hidup sendiri namun ada agama lain,” tutur dia.

Acara ini dimoderatori KH. Agus Mulyana, PhD (anggota pengurus MUI Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional) dan dihadiri lebih 96 peserta. Kegiatan ini juga dihadiri oleh pengurus MUI Pusat dan Daerah serta organisasi keagamaan yang terdapat di Indonesia. Acara ditutup dengan doa oleh Syekh Dr Aziz Al Kubaity Al Idrisi Al Hasani.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi