Kesadaran manusia terhadap eksistensi ruh merupakan kesadaran yang paling purba, telah eksis sejak awal manusia ada. Bahkan karena kekaguman manusia yang berlebihan terhadap eksistensi ruh melahirkan sistem kepercayaan atau religi yang khas, yaitu animisme: ruh, terutama ruh orang-orang yang telah wafat, dipertuhankan.
Animisme berasal dari bahasa Latin, anima yang artinya ruh. Bahkan sampai hari ini, ketika agama-agama samawi dan agama-agama ardhi begitu dominan, agama animisme masih memiliki banyak pengikut yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Semisal saja di Indonesia, diperkirakan bahwa di provinsi Kalimantan Barat masih terdapat 7,5 juta orang Dayak yang tergolong pemeluk animisme, dan tergolong banyak untuk pemeluk animisme di Indonesia.
Karena begitu sentral dan pentingnya ruh, tentu saja dia menjadi obyek pembahasan filsafat yang sangat menarik, terutama di zaman para filsuf besar Yunani, seperti Plato (477-347 SM), Socrates (469 SM – 399 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Ketiganya bukan saja membahas tentang ruh, tetapi juga jiwa, bahkan dengan sangat cemerlang mereka telah mampu menjelaskan perbedaan antara ruh dan jiwa.
Plato banyak menghabiskan waktunya melakukan penelitian tentang jiwa. Bahkan Socrates mencurahkan seluruh pemikirannya untuk mengetahui kemisterian jiwa dan ruh. Socrates misalnya pada abad ke-5 mengatakan bahwa sesungguhnya jiwa adalah intisari ruh, dan sesungguhnya jiwa manusia adalah jiwa yang kedudukannya tertinggi.
Aristoteles pada abad ke-4 mengatakan bahwa jiwa adalah esensi manusia, pemikiran, dan keistimewaannya. Plato mengatakan jiwa berada di antara dua dunia yakni alam luhur dan alam bawah. Alam luhur terdiri atas kebaikan dan keutamaan. Sedangkan di alam bawah terdiri dari syahwat dan kejelekan.
Plato mengatakan bahwa sesungguhnya hikmah adalah jiwa tertinggi yang berakal.
Kajian para filsuf Yunani tersebut menjadi dasar lahirnya konsep trikotomi dan dikotomi. Trikotomi adalah konsep yang memiliki pandangan bahwa natur manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu tubuh, jiwa dan ruh. Pandangan ini berdasarkan pada pengertian bahwa, Allah menciptakan manusia, dengan memberikan tiga unsur utama di dalam diri manusia yaitu tubuh, jiwa dan ruh.
Seperti dalam pandangan para filsuf Yunani, memandang bahwa tubuh, jiwa dan ruh adalah satu kesatuan, yang ada dalam manusia yang hidup. Tubuh adalah unsur lahiriah manusia, unsur daging yang dapat dilihat, didengar, disentuh, dan sebagainya. Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, pikiran, emosi (perasaaan) dan kehendak. Dengan pikirannya, manusia dapat berpikir, dengan perasaannya manusia dapat mengasihi dan dengan kehendaknya, manusia dapat memilih.
Adapun ruh adalah prinsip kehidupan manusia. Ruh adalah nafas yang dihembuskan oleh Allah ke dalam manusia dan kembali kepada Allah yang merupakan kesatuan spiritual dalam manusia.
Ruh adalah sifat alami manusia yang “immaterial” yang memungkinkan manusia berkomunikasi dengan Allah, yang juga adalah ruh.
Sedangkan konsep dikotomi adalah pandangan yang percaya bahwa natur manusia terdiri atas dua bagian saja, yaitu tubuh dan ruh (jiwa termasuk di dalamnya).
Pada zaman Renaissance, ruh tidak menarik lagi untuk dibahas karena para pemikir pada zaman itu umumnya berpaham materialisme. Materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, benda merupakan sumber segalanya.
Aliran materialisme tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran ini kemudian masuk ke semua disiplin ilmu, dari kedokteran sampai psikologi selama ratusan tahun. Di kedokteran dan psikologi, aliran ini menghasilkan teori bahwa manusia itu adalah tubuh, pusatnya di otak.
Pengikut materialisme di kedokteran dan psikologi menganggap otak manusia seperti mesin produksi: Segala yang dikeluarkan oleh manusia (output) tergantung dari yang dimasukkan ke otaknya (input). Jika kejahatan yang dimasukkan, maka manusia itu menjadi jahat. Sebaliknya, jika kebaikan yang dimasukkan, maka manusia itu menjadi baik.
Jika ajaran Kristen yang dimasukkan, maka manusia itu menjadi Kristen, Jika ajaran Islam yang dimasukkan, maka manusia itu menjadi Islam, dan seterusnya.
Namun paham ini lambat laun mendapat kritikan karena banyak kasus anak-anak rohaniawan yang didik di lingkungan yang baik, menjadi penjahat. Banyak pula anak-anak dari pengikut Kristen yang taat dan dididik di lingkungan Kristen kemudian murtad. Begitu pula anak-anak dari orang Islam yang taat dan seterusnya.
Mereka juga tersandung dalam beberapa kasus lainnya yang membuktikan bahwa materialisme adalah paham yang keliru, wajib ditinggalkan, di antaranya, yaitu: Kasus Sensasi Keluar Tubuh (Out of Body Experiences) dan penemuan Titik Tuhan (God Spot).
Penulis: Rahmat Zailani Kiki (Kepala Litbang LDTQN DKI Jakarta)
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______