Dasar Hukum Shalat Sunnah Rajab & Nishfu Sya’ban
Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah
Di bawah ini kami jelaskan beberapa alasan shalat Rajab, Nisfu Sya’ban dan yang sejenis, antara lain:
Alasan Pertama
Perbedaan penggunaan jenis ilmu. Ulama hadits yang bukan sufi, dengan segala hormat akan upaya mereka telah memverifikasi hadits, hanya menggunakan ilmu hushuli dalam menelaah validitas sebuah hadits. Tidak heran jika menurut para ahli hadits, hadits-hadits yang menjadi dasar hukum shalat Rajab maupun Nishfu Sya’ban adalah hadits dha’if maupun maudhu’. Namun para sufi selain menggunakan ilmu hushuli dalam mencari kebenaran, mereka juga menggunakan ilmu laduni. Sehingga ada beberapa hadits yang menurut para sufi dha’if sanadan shahih kasyfan (lemah secara sanad, namun shahih secara kasyaf). Sudah menjadi kebiasaan para sufi untuk berkonsultasi dengan Allah dan Rasul-Nya sebelum melakukan hal yang kecil sekalipun dan meski hanya menyangkut urusan pribadi.
Apalagi ritual-ritual yang menyangkut orang banyak mereka tentunya bertanya kepada Allah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dan Sulthan Awliya’ Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah dua di antara para sufi yang dalam buku susunannya (Ihya’ Ulumiddin dan al-Ghunyah Lithalibii Thariqil Haq) mencantumkan ritual-ritual yang ditentang para ahli hadits secara sanad. Beliau berdua adalah sufi yang tidak diragukan lagi kesufiannya dan kedekatannya kepada Allah, dikagumi oleh para ulama dunia termasuk Ibnu Taymiah.
Meski demikian mayoritas ahli hadist yang bukan sufi tetap saja tidak bisa menerima konsep shahih kasyfan. Apa yang diterapkan oleh kalangan ahli hadits dalam menetapkan sistem periwayatan hadits sebenarnya berdasarkan rasio dan sistem yang sangat hati-hati. Artinya dzauq dan pengalaman ruhani tidak dilibatkan. Berbeda dengan para sufi ketika mereka mendapatkan hadits sistem yang diterapkan tidak hanya dengan sistem yang melibatkan rasio semata tetapi lebih melibatkan dzauq dan kasyaf/pengalaman batin. Seperti Ibnu ‘Arabi ketika meriwayatkan hadits “Kuntu kanzan makhfiyan… dst”, menurut beliau hadits ini disampaikan Rasulullah SAW yang menemuinya secara langsung tanpa tidur dan dalam keadaan sadar. Padahal kehidupan Beliau tidak satu zaman. Peringkat Beliau pun bukan sahabat.
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______