Jakarta – Jumat pagi (24/06), Kyai Wahfiudin bertolak ke Dili, Timor Leste dari Denpasar, Bali untuk menghadiri beberapa acara. Setiba di Dili, rencana khutbah jumat di Masjid An Nur, masjid terbesar di Timor Leste batal karena pesawat yang ditumpangi delayed.
Selesai shalat jumat, Ia menyempatkan diskusi dengan pengurus masjid dan beberapa warga setempat. Menurut Ust. Anwar, Ketua Yayasan An Nur, masjid ini berdiri sekitar tahun 1956. Perkembangan Islam cukup pesat setelah Indonesia masuk ke Timor Leste. “Terlebih pada akhir 1970-an, saat banyak pengiriman dai oleh berbagai lembaga dakwah dan pesantren dari Indonesia. Saat itu banyak masyarakat lokal yang memeluk agama Islam,” ungkapnya dalam diskusi.
Ust. Julio Muslim, imam Masjid An Nur menyampaikan lika-liku dakwah di Timor Leste. Mulai dari kualitas dan kuantitas dai yang masih perlu ditingkatkan, serta metode dakwah yang tepat untuk mengembalikan masa-masa “kebergairahan” dalam menjalankan ibadah. “Di sini jika dapat menjaga shalat 5 waktu dan tidak mabuk, sudah sangat bagus,” pungkas imam lulusan Madinah ini.
Marlem, dosen Institute of Business menambahkan jika gaya dakwah yang cocok di Timor Leste adalah sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, minimnya tenaga terampil dalam berbagai bidang seperti teknologi dan kebidanan bisa menjadi solusi mendekatkan masyarakat dengan Islam. “Tidak cocok gaya dakwah yang menggurui,” tegas alumni Internastional Islamic University Malaysia.
Sementara itu Kyai Wahfiudin mendorong agar disiapkan kader-kader yang nantinya dapat dilatih menjadi bidan dan mekanik di Indonesia. “Insya Allah akan kami sambungkan dengan berbagai jejaring kami yang berkompeten,” ujarnya penuh semangat.
Selepas diskusi di masjid An Nur, pukul 15:00 waktu setempat, Duta Besar RI di Timor Leste, M. Primanto Hendrasmoro menerima Kyai Wahfiudin di KBRI Dili. Dalam pertemuan tersebut Primanto mengucapkan terimakasih atas kunjungan Kyai Wahfiudin ke Dili. Ia menjelaskan hubungan Indonesia dengan Timor Leste semakin baik.
Kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara bukan hanya dilakukan antar pemerintahan, namun juga banyak lembaga-lembaga swasta dan sosial lainnya. “Kehadiran Dompet Dhuafa dengan program Dai Ambassador sangat membantu kami. Bagaimanapun juga masih banyak saudara-saudara muslim di sini yang membutuhkan bimbingan,” terang dubes yang akan selesai tugas pada Juli tahun ini.
Seusai jumpa Dubes RI di Timor Leste, Kyai Wahfiudin kembali ke Masjid An Nur menyampaikan kajian lepas Ashar. Materi yang disampaikan adalah ghaflah atau lalai. Menurut Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat ini, ada 2 hal penyebab ghaflah; kurang berdzikir dan kurang berpikir. “Punya qalbu tidak untuk memahami, punya mata tidak untuk mencermati, punya telinga tidak untuk menyimak,” ungkap ia menjelaskan.
Dalam ceramah taraweh, Kyai Wahfiudin mengajak jamaah untuk lebih mengenali diri sendiri karena barang siapa yang mengenal dirinya maka Ia mengenal Tuhannya. “Hakikat diri manusia adalah diri yang berwujud ruh. Dan cara mendekatkan diri kita kepada Tuhan melalui dzikrullah. Maka bapak, ibu semuanya, kalo dzikir upayakan tembus ke dalam qalbu hingga tergetar sehingga muncul kesadaran akan Dia,” tutupnya di akhir ceramah.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______