Agar Ibadah Ramadhan Menjadi Semakin Bermakna

Ibadah yang dijalankan selama bulan Ramadhan tidak sekadar shiyam (puasa) di siang hari dan qiyam (menjalankan shalat) di malam hari, tapi juga dituntut ada perubahan perilaku, perbaikan akhlak, ada peningkatan kesadaran spiritual.

Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyam-nya begadang saja. (HR. Ahmad)

Jika di satu sisi Nabi Muhammad Saw mengkritisi orang yang berpuasa dan qiyamullail di bulan Ramadhan, di sisi lainnya beliau menerangkan bahwa akhlak yang baik senilai puasa dan qiyamullail.

Sungguh seorang mukmin yang akhaknya baik itu akan meraih derajatnya orang yang senantiasa berpuasa di siang hari dan shalat di malam hari. (HR. Abu Dawud)

Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas, semata-mata mengharapkan keridhaan Allah Swt, bukan demi pujian atau pengakuan dari orang lain. Ibadah juga mesti dijalankan dengan penuh kesyukuran, bukan menjadikan ibadah sebagai beban, sehingga hati bukan hanya ikhlas tapi juga senang dan bergembira dalam menjalankannya. Allah Swt befirman,

Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” [Surah Yūnus: 58]

“Katakanlah wahai nabi Muhammad kepada orang yang mengutamakan kehidupan dunia atas akhirat. Jadikanlah kebahagiaan terbesar kamu ialah dengan karunia Allah yang telah mensyariatkan bagi kamu agama ini melalui lisan Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw dan dengan rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu dan rahmat-Nya lebih luas bagi orang-orang yang beriman, bukan berbahagia sebab apa yang kamu kumpulkan di dunia ini berupa harta benda yang sementara dan bersifat fana,” demikian tulis Syekhul Azhar Muhammad Sayyid Thanthawi dalam tafsirnya Al Washit.