Shafar Dalam Dimensi Sufi

Tercatat dalam sejarah, bulan Shafar dianggap bulan tasyâ-um (sial) oleh kaum jahiliyah. Mereka menyakini bulan Shafar mengandung keburukan-keburukan, sehingga ada banyak ketakutan untuk melakukan hal-hal tertentu.

Pikiran semacam ini nampak juga masih ada di zaman sekarang. Sebagian orang menganggap bahwa hari-hari tertentu membawa keberuntungan, sementara hari-hari lainnya mengandung kejelekan.

Padahal, sejatinya seperti bulan-bulan lainnya, bulan Shafar tidak ada kaitan dengan kesialan atau nasib buruk. Jika pun ada kejadian buruk di dalamnya, maka itu semata-mata karena faktor lain bukan karena bulan Shafar itu sendiri.

Dalam Islam tidak dikenal hari, bulan, atau tahun sial. Sebagaimana seluruh keberadaan di dunia ini, waktu adalah makhluk Allah Swt. Waktu tidak bisa berdiri sendiri. Ia berada dalam kekuasaan dan kendali penuh Allah Swt. Setiap umat Islam wajib berkeyakinan bahwa pengaruh baik maupun buruk tidak ada tanpa seizin Allah. Begitu juga dengan bulan Shafar. Ia adalah bagian dari dua belas bulan dalam satu tahun hijriah.

Rasulullah sendiri menampik anggapan negatif masyarakat jahiliah tentang bulan Shafar dengan sejumlah praktik positif. Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandhûmah Syarh al-Atsar fî Mâ Warada ‘an Syahri Shafar memaparkan bahwa beberapa peristiwa penting yang dialami Nabi terjadi pada bulan Shafar. Di antaranya pernikahan beliau dengan Sayyidah Khadijah, menikahkah putrinya Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, hingga mulai berhijrah dari Makkah ke Madinah.

Artinya, Rasulullah membantah keyakinan masyarakat jahiliah bukan hanya dengan argumentasi tapi juga pembuktian bagi diri beliau sendiri. Dengan melaksanakan hal-hal sakral dan penting di bulan Shafar, Nabi seolah berpesan bahwa bulan Shafar tidak berbeda dari bulan-bulan lainnya. Baca juga…

Secara bahasa Shafar berarti kosong. Dinamakan demikian karena di bulan tersebut masyarakat kala itu berbondong-bondong keluar mengosongkan daerahnya, baik untuk berperang ataupun menjadi musafir. Mengosongkan daerahnya bisa kita maknai sebagai proses mengosongkan hati dari sifat-sifat jelek. Berperang, kita maknai memerangi hawa nafsu yang selalu menyelinap dalam hati sanubari. Inilah yang dalam tawasuf disebut proses takhalli.

Setiap orang memiliki kecenderungan yang berpotensi membuat kejelekan, kotor jiwa atau rohaninya atau sebaliknya. Allah berfirman.

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَ

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (Surat Asy-Syams, ayat 8).

Kotoran jiwa seperti hubb ad-dunya (cinta dunia), panjang angan-angan (thulu al-amal) dan sejenisnya harus dibersihkan karena ia hanya hanya menjadi tabir penghalang bagi manusia untuk lebih mencintai Allah.

Bagaimana cara membersihkan kotoran-kotoran jiwa? Rasul bersabda,

إن لكل شيء صقالة، وصقالة القلوب ذكر الله

Sesungguhnya segala sesuatu itu ada alat pembersihnya, dan alat pembersih hati adalah ddzikrullah.

Bersyukur kita yang telah mendapat talqin dzikir dari guru mursyid TQN Pondok Pesantren Suryalaya, Syekh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. Tugas kita adalah mengamalkan dzikir, baik dzikir jahar maupun dzikir khafi tersebut dengan istiqamah.

Ketika hati sudah bersih dari kotoran-kotoran maka tahap berikutnya adalah tahalli (memperindah diri). Selama ini kita sibuk mempercantik fisik dan lalai pada keindahan jiwa. Tidak sedikit di antara kita yang meluangkan waktu lama bersolek di depan cermin namun tergesa-gesa tatkala sedang berada di atas sajadah beribadah kepada Tuhan. Padahal kecantikan jiwalah yang kelak dapat mengantarkan manusia pada keindahan yang hakiki yakni perjumpaan hamba dengan sang Maha Indah kelak dalam surga-Nya.

Ketika kita sudah mampu mempercantik diri dengan akhlakul karimah, maka akan muncul tajalli ilallah. Tajalli berarti menyambungkan diri dengan Allah. Seorang hamba yang menempuh jalan tajjali akan mengarahkan sejauh mata memandang selalu bermuara pada keindahan Allah, kemuliaan-Nya Allah, kasih-sayang-Nya Allah, kebaikan-Nya Allah, kekuasaan-Nya Allah, dan seterusnya. Baca juga…

Manusia yang sudah nyambung dengan Allah, mengerahkan seluruh pancaindra bergerak ke satu arah titik fokus yakni, hanya dari, untuk, dan kepada Allah lah kehidupan yang senyata-nyatanya.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Dalam pandangan para sufi, Shafar terdiri dari tiga huruf. Shad, Fa, Ra. Shad, shafaul qulub (kebersihan hati). Fa, fana’un nafs, (peleburan diri), dan Ra, riyadhatun nafs.

Syaikh Junaedi ra. berkata, kebersihan hati merupakan sifat suatu yang terhindar dari kekeruhan (ghaflah) dari mengingat Allah Swt. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa lupa kepada Allah bahayanya lebih besar masuk neraka. Karena yang menyebabkan masuk neraka adalah lupa kepada Allah. Allah Swt berfirman dalam surat az-Zumar ayat 22.

فَوَيْلٌۭ لِّلْقَـٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ فِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍ

Artinya: …..Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Dalam ayat lain Allah berfirman

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌۭ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌۭ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌۭ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَـٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَـٰفِلُونَ

Artinya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Surat Al-A’raf (7) ayat 179). Baca juga…

Huruf ke 2 Fa, fana’un nafsi, peleburan diri, yakni melatih melebur diri dengan zat Allah Swt. Bagaimana cara meleburkan diri dengan zat Allah? Yaitu hati selalu diisi dengan zikrullah.

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَـٰطِلًۭا سُبْحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ketika hati selalu ingat kepada Allah, maka ketenangan akan diperoleh.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

Huruf ke 3 ra, riyadhatun nafsi. Pelatihan jiwa adalah melatih diri untuk istiqomah dalam mengamalkan segala perintah Allah, rasul, dan apa-apa yang telah diajarkan oleh guru mursyid kita dalam amaliah TQN. Barang siapa yang mampu istiqamah, maka Allah akan memberikan pahala dan rezeki yang banyak. Allah Swt berfirman dalam Surat al-Jin ayat 16.

وَأَلَّوِ ٱسْتَقَـٰمُوا۟ عَلَى ٱلطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَـٰهُم مَّآءً غَدَقًۭا

Artinya: Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).

Mari kita jadikan bulan Shafar ini sebagai bulan untuk melatih diri menapaki proses takhalli, tahalli, dan tajalli. Ketika ketiga tahapan itu secara istiqamah terus kita lalui, maka insya Allah kita menjadi manusia yang sempurna, cageur bageur, lahir dan batin. Sebagaimana doanya guru agung, Syekh KH. Abdullah Mubarok bin Nur Muhamad dalam tanbih, “Budi Utama – Jasmani Sempurna” (Cageur-Bageur).

Semoga kita semua yang sedang belajar mengamalkan TQN Pondok Pesantren Suryalaya di bawah bimbingan guru agung, Syekh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, ra. diberi kekuatan dan keistiqamahan dalam mengamalkan amaliah TQN Pontren Suryalaya. Baik amaliah harian, mingguan, bulanan, maupun amaliah lainnya yang telah dicontohkan oleh guru mursyid kita. Amin ya rabbal’ alamin. Wallahu a’lam.

Editor: Saepuloh


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______
Rekomendasi