Bagi para penggemar kitab-kitab tasawuf, kitab Sirrul Asrar Syaikh Abdul Qadir al-Jailani QS, seorang sufi terkemuka ini bukanlah hal yang asing. Sirrul Asrar (Sirr Al-Asrar) artinya Rahasia dari Segala Rahasia, sebuah judul kitab yang sangat menarik perhatian siapapun yang mendengarnya.
Terlebih ditulis oleh ulama terkemuka yang memiliki otoritas dalam menjelaskan persoalan-persoalan ruhaniyah dan membahas fiqih dengan pendekatan sufistik. Dalam dua hal ini sangat-sangat sedikit ulama yang menguasainya dan beliau juga memiliki kemulian dalam maqam ruhaniyah yang tinggi.
Sirrul Asrar menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, sebagian isinya tentang fiqih ibadah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji, berdasarkan sudut pandang sufistik. Di dalamnya, terdapat 24 pasal yang didasarkan pada 24 huruf dalam kalimat syahadat dan 24 jam dalam sehari semalam. Penjelasan fiqih dengan pendekatan sufistik inilah yang menjadi salah satu daya tarik buku ini. Contohnya terkait dengan puasa.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani QS menjelaskan di dalam kitab ini bahwa puasa terbagi ke dalam dua bagian, yaitu puasa syariat dan puasa tarekat. Puasa syariat adalah menahan diri dari makanan, minuman dan bersetubuh. Sedangkan puasa tarekat adalah menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan dilarang juga menjauhi sifat-sifat tercela, seperti ujub dan sebagainya lahir dan batin, siang maupun malam. Bila melakukan hal-hal tersebut tadi, maka batalah puasa tarekatnya.
Puasa syariat dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa Tarekat dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat. Maka, puasa syariat mempunyai waktu tertentu, puasa tarekat seumur hidup.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani QS berpendapat demikian bukannya tanpa dalil nash, salah satu dalilnya hadits yang Rasulullah SAW bersabda,”Banyak orang yang berpuasa hasilnya hanyalah lapar dan dahaga.” Juga ada ungkapan, “Banyak yang berpuasa, tapi berbuka. Banyak yang berbuka, tapi berpuasa.” Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ungkapan ini ialah orang yang perutnya tidak berpuasa, tapi ia menjaga anggota tubuhnya untuk berbuat jahat, terlarang dan menyakiti orang lain.
Begitu pula hadits yang Rasulullah SAW bersabda, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan. Pertama, ketika berbuka dan kedua ketika melihat Allah.” Syaikh menyatakan bahwa pengertian hadits ini menurut syariat adalah kebahagiaan yang pertama ketika berbuka dengan memakan makanan di waktu maghrib. Kedua, ketika melihat bulan di malam Idul Fithri yang menandakan selesainya pelaksanaan puasa Ramadhan. Sedangkan pengertian menurut tarekat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk surga menikmati kenikmatan surga dan kedua rukyat atau melihat Allah SWT pada hari kiamat dengan rasa secara nyata.
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
______