Prakarsa Kiai Abdullah Mubarok yang pertama untuk menyelenggarakan pengajian ditaksir dimulai sekitar tahun 1890. Prakarsa itu dapat dikatakan sebagai peletakan fondasi bagi pendidikan dan dakwah Islam, khususnya di kelak kemudian harinya untuk pemahaman ilmu TQN dan riyadhah amalannya di tanah Priangan bagian Timur.
Prakarsanya itu dilakukan pada waktu Kiai A. Mubarok telah mencapai usia sekitar 54 tahun. Beliau sudah cukup lama belajar ilmu-ilmu agama, yang mencakup ushuluddin, fiqh, ilmu-ilmu alat, dan sebagainya secara terpadu.
Dalam pada itu, bidang kajian utama yang dipilih beliau ialah ilmu tasawuf, sedang spesialisasinya ilmu TQN. Guru yang memberi pelajaran serta bimbingan langsung kepada beliau dalam TQN tercatat dua orang, Syekh Tholhah dari Cirebon dan Syekh Kholil dari Madura.
Dari kutipan informasi yang terhimpun hingga saat ini, pengangkatan dengan resmi (hirqah) sebagai guru dan pemimpin pengamalan TQN diterima beliau dari Syekh Tholhah, sekitar 1908 atau pada usia beliau sekitar 72 tahun.
Baca juga: Kisah Abah Sepuh Berguru ke Syekh Tolhah
Dapat dijadikan catatan, bahwa pengamatan thariqat di wilayah Priangan bagian Timur ini lebih dulu, di abad XVIII, pernah dilakukan oleh Syekh Abdul Muhyi. Tarekat yang diamalkan Syekh Abdul Muhyi dikenal dengan nama Tarekat Syattariyyah. Setelah beliau wafat di Pamijahan, Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, maka di daerah Priangan bagian Timur ini seolah-olah berlangsung masa vakum ketarekatan yang cukup panjang.
Dengan kata lain, pengamalan dan perguruan tarekat-tarekat yang berwibawa selama itu di daerah ini merupakan barang langka, sampai berkembangnya pesantren di bawah pimpinan Ajengan Godebag.
Sebagaimana dikatakan di atas, prakarsa pertama pengajian dan perguruan pimpinan Kiai A. Mubarok itu dilakukan di kampung Tundagan, sekitar tahun 1890. Usia beliau telah mencapai sekitar 54 tahun. Forum dan caranya bersifat informal dan peserta atau pengikutnya juga belum banyak materi bahan pengajian selama di Tundangan ini tidak ada sumbernya yang jelas.
Umpamanya, masih dapat dipertanyakan apakah TQN tatkala itu terbatas baru sebagai ‘amalan Kiai sendiri, atau sudah dijadikan acara pengajian dan diwurukkan, atau kah bahkan secara resmi sudah dimuridkan. Soalnya, di satu pihak, Kiai A. Mubarok sudah lebih dulu belajar TQN, namun di lain pihak, hirqahnya dari Syekh Tholhah baru diterima sekitar tahun 1908.
Baca juga: Saat Abah Sepuh Mendapat Ijazah Shalawat Bani Hasyim
Mungkin jumlah orang di Tundagan dan sekitarnya belum banyak sehingga partisipasi masyarakat dalam pengajian pun tidak ramai dan kurang berkembang. Mungkin juga karena lokasi Tundagan terpencil atau kurang strategis ditinjau dari sudut sarana perhubungan dan lalu lintas. Atau adanya kecurigaan masyarakat sendiri dan aparat setempat terhadap ilmu dan ajaran Kiai A. Mubarok bukan hal yang mustahil juga. Maka kegiatan pengajian dicoba dipindahkan ke kampung Cisero.
Namun, mungkin sekali juga berhubung dengan latar belakang yang serupa seperti disebutkan di muka, kemudian pengajian itu pindah lagi, sekitar tahun 1901 atau 1902, atau pada usia Kiai sekitar 65 dan 66, ke kampung Godebag.
Kampung Godebag ini terletak di tepi sungai Citanduy bagian hulunya. Kampung ini termasuk desa Tanjungkerta, Kecamatan Tarikolot yang sempat merupakan wilayah administratif Kabupaten Sumedang. Meskipun sepi di pegunungan yang bersemak-semak dan di hulu sungai, kampung Godebag dekat dengan jalan hidup, ialah jalur tembus Ciawi-Panumbangan-Panjalu, Kawali-Kuningan-Cirebon, pulang pergi.
Baca juga: Berawal dari Wasiat Syekh Tholhah Inilah Latar Belakang Dibentuknya LDTQN Suryalaya
Dan pada tahun 1905, atau tatkala Kiai berusia 69 tahun, di kampung Godebag inilah baru didirikan sebuah pondok pesantren dengan nama Pondok Pesantren Suryalaya. Meskipun nama Godebag terkait dengan banyak peristiwa penting sehingga bagi sementara orang memberi kesan-kesan yang cukup mendalam, namun nama Suryalaya itu selanjutnya lebih dikenal umum.
Puji dan syukur kepada Allah Swt, atas perkenan dan ridha-Nya bahwa secara berangsur-angsur kegiatan-kegiatan di Pondok Pesantren Suryalaya itu mulai tumbuh dan menarik perhatian masyarakat yang lebih luas. Khususnya puji syukur kepada Allah Swt yang terus mengokohkan kefahaman dan keyakinan Mama Ajengan Godebag terhadap ilmu, riyadhah dan pengamalan TQN, sebagaimana telah dialami dan dirasakan beliau sendiri.
Dikutip dari tulisan, “Abah Sepuh dan Pembentukan TQN Pondok Pesantren Suryalaya” oleh: Prof. Dr. H. Achmad Sanusi, SH., MPA.
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______