Mengenal Sifat Wajib, Mustahil dan Jaiz bagi Rasul

Kiai Sholeh Darat dalam kitab Tarjamah Sabilul ‘Abid Syarah Jauharatut Tauhid membahas sesuatu yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Rasul yang agung.

Syekh Ibrahim al Laqqani dalam Jauharatut Tauhid berkata:

وواجب في حقهم الأمانة وصدقهم وضف لها الفطانة

Wajib mereka (para Rasul) memiliki sifat amanah (tepercaya) dan shiddiq (jujur), serta gabungkan baginya fathanah (cerdas).

Para Rasul wajib memiliki sifat amanah, yakni kepercayaan Allah Swt. Maksudnya mereka bisa menjaga lahir dan batinnya dengan menjauhi aneka larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya.

Seorang mukallaf wajib meyakini bahwa para Rasul memiliki sifat amanah (tepercaya). Mereka tidak akan pernah melakukan larangan Allah, seperti sesuatu yang haram, makruh, dosa-dosa kecil apalagi dosa besar, baik dosa lahir maupun dosa batin, seperti takabbur, hasud, ujub, riya’ dan selainnya. Seorang mukallaf tidak boleh meyakini bahwa Nabi Adam as melakukan kemaksiatan karena memakan buah terlarang, tapi wajib menakwilkannya.

Kemudian, mereka juga wajib memiliki sifat shiddiq, yaitu jujur dan benar. Artinya para Nabi dan Rasul selalu sesuai antara perkataan dengan realitas yang ada. Baca juga…

Para Nabi dan Rasul juga selalu benar dalam menyampaikan sesuatu dan apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Jika mereka tidak memiliki sifat shiddiq, maka semua ajaran Allah berarti dusta, padahal Allah telah bersaksi atas kebenaran para Nabi dan Rasul dengan memberikan mukjizat.

Selanjutnya, para Nabi dan Rasul wajib memiliki sifat fathanah, yang berarti cerdas. Mereka cerdas dengan selalu waspada dan teliti agar dapat menolak dan mematikan argumentasi lawan.

Nabi dan Rasul memiliki kecerdasan, punya daya ingatan yang kuat dan selalu waspada agar bisa menolak argumentasi orang-orang kafir. Dalil bahwa para Rasul memiliki sifat fathanah ialah firman Allah Swt dalam al Qur’an.

وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ اٰتَيْنٰهَآ اِبْرٰهِيْمَ عَلٰى قَوْمِهٖۗ

Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. (Al An’am: 83).

Syekh Ibrahim al Laqqani berkata:

ومثل ما تبليغهم لما أتوا ويستحيل ضدها كما رووا

Dan menyampaikan (tabligh) terhadap apa yang mereka bawa (wahyu) serta mustahil lawan dari semua sifat-sifat ini sebagaimana para ulama telah meriwayatkannya.

Selain memiliki ketiga sifat tadi, yakni amanah, shiddiq, dan fathanah, para Rasul juga wajib memiliki sifat tabligh. Yakni menyampaikan sesuatu yang diperintahkan untuk disampaikan pada kaumnya. Seperti menyampaikan rukun Islam, rukun Iman, hukum-hukum syariat dan ajaran agama Islam.

Jika para Rasul ini tidak memiliki sifat tabligh, berarti mereka kitman (menyembunyikan), sedangkan kitman ini dilaknat oleh Allah. Oleh karena itu, para Rasul wajib menyampaikan risalah yang dibawanya.

Para Rasul mustahil memiliki kebalikan dari empat sifat di atas (amanah, shiddiq, fathanah, tabligh). Kebalikan sifat amanah ialah khiyanah (berkhianat), kebalikan sifat shiddiq adalah kadzib (berbohong), lawan dari sifat fathanah yakni ghaflah (pelupa dan tidak cerdas), sedangkan kebalikan sifat tabligh ialah kitman (menyembunyikan hukum-hukum syariat yang diperintahkan untuk disampaikan kepada kaumnya). Sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama dari nash al Qur’an, hadits dan ijma’. Baca juga…

Adapun sifat yang jaiz (boleh) bagi Rasul seperti makan dan minum sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ibrahim al Laqqani ialah:

وجائز في حقهم كالأكل وكالجماع للنسا في الحل

Dan sifat jaiz yang dimiliki bagi Rasul seperti makan dan jimak dengan perempuan yang halal.

Sifat yang jaiz bagi Rasul ini adalah memiliki sifat-sifat seperti manusia pada umumnya seperti makan, tidur, dan sakit. Akan tetapi syarat bolehnya para Rasul memiliki sifat seperti pada manusia umumnya ialah sifat-sifat tersebut tidak mengurangi derajat mereka.

Jika bisa mengurangi derajat mereka, maka tidak diperbolehkan. Seperti gila, kusta, kulit belang, buta dan sifat lain yang menjadikan masyarakat benci dan menjauh. Nabi Syuaib dan Nabi Ya’kub tidaklah buta, tetapi terlalu banyak air mata keluar sehingga penglihatan keduanya tertutupi.