Level Puasa Tentukan Keseimbangan Sosial dan Lingkungan

Puasa salah satu rukun Islam. Puasa diwajibkan agar orang yang beriman memperoleh derajat taqwa, khasyah dan ridha Allah. Bukan hanya itu, tujuan dari puasa adalah membentuk pribadi yang senantiasa bersyukur kepada Allah Swt.

Syukur dimaknai dengan pengakuan dari hati bahwa segala hal berasal dari Allah Swt, senantiasa memuji serta mengagungkan-Nya. Syukur juga berarti mempergunakan aneka kenikmatan dan potensi sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Menariknya Rasulullah Saw memberi kabar, ada yang berpuasa tapi tidak mendapat apa-apa kecuali hanya lapar dan haus. Ini menunjukkan bahwa puasa bukan sekadar menahan diri dari makan, minum dan berhubungan suami istri (jimak).

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

banyak yang berpuasa, dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar. (HR. Ibnu Majah).

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Siapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji serta bodoh, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya”. (HR. Bukhari).

Baca juga: Ini Faedah Berpuasa Menurut Sulthanul Ulama Imam Izzuddin

Imam Ghazali kemudian membagi puasa menjadi tiga macam tingkatan. Pertama shaumul umum atau puasanya orang awam. Kedua shaumul khusus puasanya orang khusus. Ketiga shaumu khususil khusus, puasanya orang yang sangat khusus.

Puasa umum adalah puasa atau menahan diri dari syahwat perut dan kelamin (makan, minum dan jima’). Puasa khusus ialah puasa pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh dari berbuat dosa serta sifat tercela. Sedangkan puasa sangat khusus, yaitu puasa qalbu dari apapun selain Allah.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Pangersa Guru Agung Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin. “Diri kita terdiri dari jasmani, ruhani dan rasa. Ketiganya harus puasa. Puasa jasmani dari makan dan minum, puasa anggota tubuh dari perbuatan haram, dan puasa hati (rasa) dari selain Allah,” disampaikan saat Kuliah Subuh Ramadhan 1410 H sebagaimana dirilis oleh LDTQN Suryalaya.

Baca juga: Dua Kompetensi Penting Dalam Puasa

Nabi Saw bersabda mengenai keutamaan dan fungsi utama dalam bahasa yang sederhana namun punya makna yang dalam.

الصَّوْمُ جُنَّةٌ

Puasa itu adalah perisai. (HR. Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Ulama menjelaskan bahwa perisai di sini maknanya adalah perlindungan dan penjagaan dari jatuh berbuat maksiat, lalu pengamanan dari siksa akhirat, dan selanjutnya pemeliharaan diri dari aneka penyakit yang disebabkan oleh berlebihan dalam makan dan minum.

Dengan begitu, puasa punya manfaat bukan hanya secara individual tapi juga fungsi sosial. Puasa membentuk diri jadi saleh secara ritual dan sosial.

Jika dilihat lebih jauh, kemaksiatan bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga bisa merugikan orang banyak.

Melakukan pengrusakan lingkungan adalah maksiat, khianat terhadap amanah yang melibatkan hajat hidup orang banyak juga maksiat. Mengabaikan orang lemah terlantar dan tak berdaya juga merupakan kemaksiatan sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

Di sinilah fungsi puasa, agar seseorang punya daya kontrol, berupaya untuk menegakkan keseimbangan, baik keseimbangan pribadi, keseimbangan sosial, maupun keseimbangan lingkungan.

Baca juga: Puasa Membentuk Kesehatan Mental

Itu sebabnya Syekh Abdul Qadir Al Jailani menyebut puasa umum sebagai puasa syariat yang waktunya tertentu. Berbeda dengan puasa khusus yang dinamainya dengan puasa tarekat, puasa ini dilakukan sepanjang masa. Begitu pula dengan puasa yang sangat khusus, diperjuangkan setiap saat.

Apabila ketidakseimbangan sosial dan ketidakseimbangan lingkungan masih terjadi, bisa dibilang puasa kita masih dalam tahap puasanya orang umum atau baru tahap level syariat.

Puasa yang masih mengabaikan ketidak adilan dan ketidakseimbangan sosial dan lingkungan tanpa ada upaya perbaikan belum menyentuh esensi puasa itu sendiri.

Karena seperti yang disabdakan nabi Saw, puasa sebagai perisai, benteng bagi ketahanan sosial, lingkungan bahkan negara.

Karena sekali lagi tujuan puasa adalah taqwa, dan taqwa sulit diraih tanpa berbuat adil, karena adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya sehingga terjadi keseimbangan.

اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ

Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. (Al Maidah: 8).


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi