Berantas Korupsi dengan Tarekat

Secara yuridis, korupsi bukan tindak kriminal biasa. Korupsi tergolong Extra Ordinary Crime alias kejahatan luar biasa.

Selain merugikan negara, korupsi bisa menghancurkan tatanan hukum, menghambat pembangunan nasional dan mengabaikan kepentingan masyarakat.

Kerugian lain korupsi juga berdampak sistemik. Seperti memperlambat pertumbuhan ekonomi dan investasi hingga meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan.

Padahal Indonesia memiliki lembaga penegak hukum, mulai dari kepolisian kejaksaan, pengadilan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Belum lagi lembaga lain yang bisa menyokong pemberantasan korupsi seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pemeriksa Internal Pemerintah (APIP) di setiap kementerian dan lembaga serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ilustrasi lobi di bawah meja. (Foto: FreePik)

Tapi apa mau dikata, tindak korupsi di negeri ini belum ada tanda-tanda menurun bahkan justru terus merosot. Skor Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) yang dirilis Transparency International Indonesia (TII) menyebutkan bahwa posisi Indonesia turun dari skor 40 di tahun 2019 menjadi 37 di tahun 2020.

Indonesia Corruption Watch atau disingkat ICW menilai ada tiga sebab penurunan tersebut, pertama ketidakjelasan orientasi dalam merumuskan kebijakan pemberantasan korupsi. Kedua, kegagalan reformasi penegak hukum dalam memaksimalkan penindakan perkara korupsi. Ketiga, performa KPK dalam pemberantasan korupsi.

Korupsi Musuh Bersama

Ala kulli hal, memberantas korupsi bukan hanya tugas KPK atau lembaga penegak hukum. Sebab kejahatan luar biasa ini adalah beban dan coreng bagi setiap anak bangsa.

KH. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur menyatakan dalam buku Tuhan Tidak Perlu Dibela, hlm. 87. “Membiarkan terjadinya korupsi besar-besaran dengan menyibukkan diri pada ritus-ritus hanya akan membiarkan berlangsungnya proses pemiskinan bangsa yang semakin melaju.”

Tiga pendekatan yang dilakukan KPK, yakni pendekatan pendidikan masyarakat, pendekatan pencegahan dan pendekatan penindakan dinilai belum mampu menghambat korupsi. Bahkan cenderung semakin membabi buta dan terorganisir.

Sebagai negara dengan mayoritas muslim, sejatinya agama bisa menjadi inspirasi dan sumber solusi atas berbagai permasalahan. Apalagi Islam dikenal sebagai agama yang reformatif dan transformatif terhadap realitas sosial.

Kita bisa berkata bahwa masyarakat tengah sakit, bukan secara fisik. Karena secara fisik, koruptor terlihat segar bugar bahkan bergelar tinggi dari kampus bergengsi.

Maka perlu pendekatan lain untuk mencegah dan memberantasnya secara radikal. Pendekatan yang lebih menekankan pada sisi dalam manusia.

Islam sebagai agama yang holistik melihat manusia dan mengatur kehidupan secara komprehensif memiliki tradisi zuhud yang diamalkan para sufi.

Sebuah tradisi yang diilhami dari kehidupan Rasulullah Saw dan para murid beliau yang mulia. Yang kemudian berkembang menjadi dimensi keilmuan tersendiri, yakni tasawuf. Yang selanjutnya melembaga menjadi tarekat dengan corak yang berbeda-beda tetapi memiliki tujuan yang sama.

Tarekat hadir sebagai wadah para murid (salikin) sekaligus metode untuk penyucian jiwa dan pembersihan qalbu dari aneka penyakit yang menjangkiti nurani manusia dan paradigma yang berpotensi menimbulkan kerusakan.

Lalu pardigma seperti apa yang dihadapi kaum sufi?

Tiga Paradigma Sesat Manusia Modern

Ada tiga paradigma yang meracuni manusia, yakni; materialisme, sekularisme dan hedonisme.

Seorang yang materialis memandang diri manusia hanya tubuh fisik biologis yang harus diperturutkan dorongan biologisnya atau hawa nafsunya. Ia mengabaikan sisi ruhani manusia. Paradigma ini membentuk manusia yang tamak dan egoistis.

Sedangkan seorang yang sekuler hanya memandang kehidupan hanyalah di dunia. Akibatnya orientasi orang ini hanyalah memenuhi ambisi dan cita-cita duniawinya, tak peduli halal haram. Daya jangkau pandangnya hanya di sini (di bumi) dan kini, tak melihat ada kehidupan akhirat.

Paradigma kedua ini membentuk manusia yang hubbud dunya wa karahiyatul maut (cinta dunia dan benci kematian). Kerap kali gelisah, cemas, kesepian bahkan mengambil jalan pintas (koruptif).

Adapun orang yang hedonis menjadikan kehidupan di dunia untuk mengejar kesenangan dan kenikmatan duniawi meski sesaat. Kebahagiaannya hanya yang bersifat lahiriah. Fokusnya hanya pada pemuasan hawa nafsu tanpa kontrol.

Paradigma ketiga ini membentuk manusia yang memiliki gaya hidup seperti binatang, bahkan terjerumus mislanya dalam seks bebas, narkoba, kezaliman dan penyimpangan-penyimpangan.

Baca juga: Bongkar Empat Kesalahpahaman Orang Tentang Tarekat.

Misi Washatiyah Tarekat

Ketika bertarekat, otomatis ketiga paradigma tersebut akan terkikis habis. Sebabnya sederhana, karena tarekat memiliki misi washatiyah atau misi moderasi dalam beragama.

Ilustrasi stetoskop alat untuk memeriksa denyut jantung. (Foto: FreePik)

Hanya melihat manusia secara tubuh fisik biologis adalah ekstrem. Melihat kehidupan hanya sebatas di sini dan kini juga ekstrem. Terlebih hidup hanya demi memuaskan hasrat kebinatangan, yang justru mendegradasi martabat manusia itu sendiri juga tergolong ekstrem.

Dimensi ihsan sebagai salah satu pilar agama diimplementasikan secara keilmuan melalui tasawuf dan pengamalan melalui tarekat. Tarekat inilah yang mengembalikan manusia pada paradigma yang holistik sesuai tujuan manusia itu diciptakan berdasarkan tuntunan al Qur’an dan sunnah.

Dengan demikian, tradisi asketisme dalam Islam yang terlembaga dalam tarekat mu’tabarah dinilai tepat untuk melakukan pembenahan hati nurani dan karakter manusia Indonesia.

Bagaimana selanjutnya ajaran dan pengamalan tasawuf terinternalisasi dan mendorong seseorang hijrah dari paradigma lama yang sesat pada paradigma yang sehat dan sesuai fitrah manusia.

Saat korupsi seseorang mengabaikan tanggung jawab moral, hati nurani dan melawan fitrahnya sendiri. Wajar jika koruptor kemudian disimbolkan dengan binatang tikus yang memang rakus.

Melalui pendekatan kultural dan keagamaan ini, tarekat tak lain bertujuan untuk mengembalikan ‘tikus’ ini menjadi manusia yang mulia di sisi Allah dan bernilai di tengah sesama. Serta menghentikan regenerasi koruptor di segala lini republik tercinta ini.


Sekarang traktir Tim TQNNEWS gak perlu ribet, sat-set langsung sampe!
Terima kasih ya sudah support kami. Salam cinta penuh kehangatan :)
https://sociabuzz.com/tqnn/tribe
______
Rekomendasi